Pemantauan Emisi Pembangkit Listrik Termal (PLTT)

Pemantauan Emisi Pembangkit Listrik Termal (PLTT)

Pembangkit Listrik Termal

Peningkatan kebutuhan energi listrik di Indonesia, sebagian besar masih dipenuhi oleh pembangkit listrik tenaga termal. Emisi gas buang dari pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak, dan gas, mengandung polutan yang berbahaya.

Polutan seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), partikulat (PM), merkuri (Hg), dan karbon dioksida (CO2) dapat menyebabkan berbagai masalah, mulai dari gangguan pernapasan, penyakit jantung, hingga perubahan iklim.

Menyadari ancaman tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merespons dengan menerbitkan Peraturan Menteri Nomor P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019. Peraturan ini menetapkan standar baku mutu emisi yang lebih ketat bagi pembangkit listrik tenaga termal dan mendorong penerapan sistem pemantauan yang lebih canggih.

Sistem Pemantauan Emisi Berkelanjutan (CEMS) Pembangkit Listrik Termal

Salah satu poin dalam peraturan ini adalah kewajiban penggunaan Continuous Emission Monitoring System (CEMS). CEMS merupakan sebuah sistem terintegrasi yang dirancang untuk memantau emisi gas buang dari cerobong pembangkit listrik secara real-time dan berkelanjutan. Sistem ini menggunakan sensor dan perangkat lunak khusus untuk mengukur konsentrasi berbagai polutan dan laju alir gas buang.

Data yang dikumpulkan oleh CEMS memberikan gambaran yang akurat dan terkini tentang kinerja pembangkit listrik dalam hal pengendalian emisi. Informasi ini sangat berharga bagi pihak pembangkit listrik untuk mengidentifikasi potensi masalah, melakukan perbaikan proses, dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan.

Kriteria Pembangkit Listrik Termal yang Wajib Memasang CEMS

Tidak semua pembangkit listrik tenaga termal diwajibkan untuk memasang CEMS. Peraturan Menteri LHK No. 15/2019 menetapkan kriteria spesifik berdasarkan jenis pembangkit dan kapasitasnya. Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) dengan kapasitas 15 Mega Watt (MW) atau lebih harus menggunakan CEMS.

Pembangkit listrik lain seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), Pembangkit Listrik Tenaga1 Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTSa), kewajiban CEMS berlaku jika kapasitasnya 25 MW atau lebih. Pembangkit dengan kapasitas di bawah 25 MW juga diwajibkan jika menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur di atas 2% dan beroperasi secara terus-menerus.

Parameter Emisi yang Wajib Dipantau dan Dilaporkan

CEMS tidak hanya sekadar alat pemantau, tetapi juga memiliki peran penting dalam memastikan kepatuhan terhadap baku mutu emisi. Sistem ini harus mampu mengukur parameter-parameter yang relevan dengan baku mutu yang ditetapkan untuk setiap jenis pembangkit. Selain itu, CEMS juga harus mengukur kadar oksigen (O2) dan laju alir gas buang. Untuk pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batu bara peraturan ini juga mewajibkan pemantauan kadar merkuri (Hg) dan karbondioksida (CO2), dua polutan yang menjadi perhatian khusus karena dampaknya terhadap kesehatan dan perubahan iklim.

Data pemantauan dari CEMS harus dilaporkan secara berkala dalam format yang telah ditentukan. Laporan ini mencakup data rata-rata emisi per jam dan harian, informasi tentang durasi dan tingkat parameter yang diukur, catatan jika terjadi kelebihan baku mutu, serta informasi jika CEMS tidak beroperasi.

Memastikan Kualitas Data

Agar data yang dihasilkan CEMS dapat diandalkan, peraturan ini mewajibkan adanya pengendalian dan jaminan mutu. Ini berarti pembangkit listrik harus memastikan CEMS beroperasi sesuai dengan spesifikasi kinerja yang tertulis dalam manual, semua bagian berfungsi dengan baik, dan dilakukan kalibrasi secara berkala.

Validasi data juga merupakan bagian penting. Data pemantauan CEMS dianggap valid jika data rata-rata harian yang diperoleh mencakup minimal 75% dari hasil pembacaan rata-rata setiap jam.

Prosedur Saat CEMS Mengalami Gangguan

Jika CEMS mengalami kerusakan dan tidak dapat beroperasi, peraturan ini memberikan panduan yang jelas. Dalam rentang waktu 3 bulan hingga 1 tahun setelah kerusakan, pembangkit listrik wajib beralih ke pemantauan emisi secara manual, minimal sekali setiap tiga bulan. Jika CEMS masih belum berfungsi setelah satu tahun, pemantauan manual harus dilakukan lebih sering, yaitu minimal sekali setiap bulan.

Selama CEMS tidak aktif, pembangkit listrik juga diwajibkan untuk mencatat data produksi dan perkembangan perbaikan CEMS secara mandiri.

Kondisi Tidak Normal dan Batas Toleransi Emisi

Operasional pembangkit listrik tidak selalu berjalan mulus, ada kalanya terjadi kondisi tidak normal. Sering terjadi gangguan pasokan listrik eksternal, proses mematikan atau menyalakan pembangkit, atau gangguan pada alat pengendali polusi udara. Dalam kondisi tersebut, peraturan memperbolehkan emisi melebihi baku mutu, tetapi dengan batas toleransi. Kelebihan emisi tidak boleh lebih dari 5% dari data rata-rata harian selama periode pelaporan tiga bulan.

Penerapan CEMS dan ketentuan lain dalam Peraturan Menteri LHK No. 15/2019 merupakan langkah maju dalam upaya mengendalikan emisi dari PLTT. Dengan pemantauan yang lebih ketat dan rinci, diharapkan pembangkit listrik dapat beroperasi lebih efisien, mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Pembangkit Listrik Tenaga Termal (PLTT)

Pembangkit Listrik Tenaga Termal (PLTT)

Energi listrik telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat modern. Seiring dengan perkembangan teknologi dan pertumbuhan populasi, ketergantungan kita pada listrik semakin besar. Di Indonesia, pembangkit listrik tenaga termal (PLTT) umumnya menggunakan bahan bakar fosil, seperti batu bara, untuk menghasilkan energi listrik. Namun, aktivitas pembangkit listrik tenaga termal (PLTT) juga menghasilkan emisi gas buang yang berpotensi mencemari udara. Oleh karena itu, perlu adanya baku mutu emisi PLTT sebagai acuan untuk mengendalikan dan membatasi jumlah emisi yang dilepaskan ke udara.

Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal

Baku mutu emisi adalah standar yang ditetapkan untuk mengatur dan membatasi kadar zat pencemar yang boleh dilepaskan ke udara dari suatu sumber, termasuk PLTT. Tujuannya adalah untuk melindungi kualitas udara sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.

Penerapan baku mutu emisi di Pembangkit Listrik Tenaga Termal (PLTT) menyasar dua sumber utama. Pertama, seluruh proses produksi, mulai dari pembakaran bahan bakar, pembentukan uap, hingga tahapan lain dalam menghasilkan listrik, diawasi dan diatur emisinya. Kedua, sumber emisi dari mesin-mesin penunjang produksi juga tidak luput dari perhatian, mencakup generator diesel dan peralatan transportasi yang mendukung operasional PLTT. Kedua sumber ini sama-sama memiliki potensi menghasilkan emisi yang perlu dikendalikan agar tidak mencemari lingkungan.

Jenis-Jenis Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal (PLTT)

Pembangkit Listrik Tenaga Termal (PLTT)

Pembangkit listrik tenaga termal (PLTT) menggunakan energi panas (termal) untuk menghasilkan listrik. Energi panas tersebut diperoleh dari pembakaran bahan bakar, baik bahan bakar fosil maupun non-fosil.

Jenis-jenis Pembangkit Listrik Tenaga Termal, meliputi:

  1. PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)
  2. PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas)
  3. PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap)
  4. PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel)
  5. PLTMG (Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas)
  6. PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi)
  7. PLTBm (Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa)
  8. PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)

Emisi yang Dihasilkan

Operasional PLTT menghasilkan berbagai jenis emisi, seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), dan partikulat (PM). Zat-zat buangan ini, jika dilepaskan ke udara tanpa pengendalian yang tepat, dapat berdampak buruk pada kualitas udara dan kesehatan manusia. SO2, misalnya, dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan berkontribusi pada terjadinya hujan asam. NOx juga dapat mengiritasi saluran pernapasan, serta berkontribusi pada pembentukan ozon di permukaan tanah yang berbahaya bagi kesehatan. Sementara itu, partikulat dapat masuk ke dalam paru-paru dan menyebabkan gangguan pernapasan, bahkan penyakit jantung.

Melihat potensi risiko tersebut, pemerintah Indonesia, menetapkan standar tertentu terkait batas maksimum zat pencemar yang boleh dilepaskan oleh pembangkit listrik tenaga termal. Standar ini dikenal sebagai baku mutu emisi. Penetapan baku mutu emisi ini menjadi langkah penting dalam upaya menjaga kualitas udara dan melindungi kesehatan masyarakat dari dampak negatif polusi udara.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 15 tahun 2019

Baku mutu emisi untuk pembangkit listrik tenaga termal diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal. Peraturan ini mengatur batas emisi untuk berbagai parameter, termasuk SO2, NOx, PM, dan merkuri (Hg). Batas emisi ini berbeda-beda, bergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan (batu bara, bahan bakar minyak, atau gas) dan kapasitas pembangkit listrik.

Secara umum, peraturan tersebut menetapkan standar yang lebih ketat untuk pembangkit listrik baru dibandingkan dengan pembangkit listrik yang sudah beroperasi sebelum peraturan tersebut diberlakukan. Hal ini bertujuan untuk mendorong penggunaan teknologi yang lebih bersih dan efisien dalam pembangkitan listrik di masa mendatang.

Teknologi Pengendali Emisi Pembangkit Listrik

Penerapan batas emisi ini menuntut pihak pengelola pembangkit listrik untuk melakukan berbagai upaya pengendalian pencemaran udara. Beberapa teknologi yang umum digunakan antara lain Electrostatic Precipitator (ESP) atau Bag Filter untuk mengurangi emisi partikulat, Flue Gas Desulfurization (FGD) untuk mengurangi emisi SO2, dan Selective Catalytic Reduction (SCR) atau Selective Non-Catalytic Reduction (SNCR) untuk mengurangi emisi NOx.

Selain pemasangan teknologi pengendali emisi, pengelola pembangkit listrik juga diwajibkan untuk melakukan pemantauan emisi secara berkala. Pemantauan ini dilakukan untuk memastikan bahwa emisi yang dilepaskan tetap berada di bawah batas yang ditentukan. Hasil pemantauan ini kemudian dilaporkan kepada KLHK sebagai bentuk pertanggungjawaban dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.

Meskipun aturan sudah ditetapkan, masih diperlukan pengawasan yang ketat dari pemerintah. Didukung oleh partisipasi aktif masyarakat, untuk memastikan bahwa aturan tersebut benar-benar dijalankan dengan baik. Lebih lanjut, perlu juga dilakukan evaluasi secara berkala terhadap standar yang berlaku. Seiring dengan perkembangan teknologi dan semakin tingginya kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup. Standar ini mungkin perlu diperbarui agar tetap relevan dan efektif dalam menjaga kualitas udara.

Upaya untuk mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik tenaga termal khususnya yang berbahan bakar batu bara, perlu terus didorong. Pengembangan energi terbarukan, seperti tenaga surya, tenaga angin, dan tenaga air, harus menjadi prioritas. Hal ini tidak hanya akan membantu menjaga kualitas udara, tetapi juga mendukung upaya mitigasi perubahan iklim.

Upaya untuk menjaga kualitas udara adalah tanggung jawab bersama. Penetapan dan penegakan aturan batas emisi pembangkit listrik tenaga termal merupakan langkah penting, tetapi bukan satu-satunya solusi. Diperlukan kerja sama dari seluruh pihak, mulai dari pemerintah, pengelola pembangkit listrik, dan masyarakat, untuk memastikan kita dapat menikmati udara yang bersih dan sehat. Menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi dan kelestarian lingkungan adalah pekerjaan rumah yang perlu terus kita kerjakan bersama. Dengan begitu, kita dapat membangun masa depan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Melihat lingkungan dari sebuah lensa, menyadarkan diri pentingnya menjaga lingkungan untuk anak cucu kita

Hubungi Kami

Kantor Operasional:

Jakarta:

Office 8 – Senopati
Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Surabaya:

Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

Jam Kerja: 08.00 – 16.00 WIB (Senin sd Jumat)

Email : lensa@lensalingkungan.com

Temukan Kami

Chat Kami
Butuh info lebih? Kontak kami
Halo 👋
kami adalah konsultan lingkungan, apakah ada yang bisa dibantu?