Udara Ambien Outdoor dan Indoor

Udara Ambien Outdoor dan Indoor

Udara ambien, atau udara luar, merupakan salah satu aspek lingkungan yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia. Pemahaman akan kualitas udara ambien sangat penting, mengingat kita menghabiskan sebagian besar waktu kita di dalam maupun di luar ruangan. Udara ambien sendiri dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu outdoor dan indoor, yang masing-masing memiliki karakteristik dan permasalahan tersendiri.

Ambien Outdoor

Ambien outdoor merujuk pada kualitas udara di luar ruangan, yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti industri, transportasi, dan aktivitas manusia lainnya. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia telah aktif melakukan pemantauan kualitas udara ambien di berbagai kota di seluruh negeri. Sebagai contoh, KLHK telah melakukan pemantauan di 46 kota di Indonesia, dan informasi terkait dapat diakses melalui situs resmi mereka di Ispu.menlhk.go.id.

Pada situs tersebut, masyarakat dapat dengan mudah memeriksa data kualitas udara di berbagai kota. Informasi yang disajikan dalam bentuk Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). ISPU memberikan gambaran mengenai tingkat pencemaran udara yang dihasilkan oleh berbagai zat kimia dan partikel di udara. Dengan memahami ISPU, kita dapat menilai sejauh mana kualitas udara di suatu kota dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi kesehatan.

Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)

ISPU merupakan alat ukur standar yang digunakan untuk mengukur tingkat pencemaran udara. Indeks ini mencakup berbagai parameter seperti Partikulat Matter (PM10 dan PM2.5), Ozone (O3), Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2), dan Belerang Dioksida (SO2). Setiap parameter memiliki batas standar tertentu yang telah ditetapkan oleh otoritas lingkungan untuk menjaga kesehatan manusia.

Misalnya, partikulat matter (PM) adalah partikel kecil di udara yang dapat masuk ke paru-paru dan menyebabkan masalah pernapasan. ISPU mencantumkan tingkat PM10 dan PM2.5 untuk memberikan gambaran sejauh mana partikel-partikel ini dapat mempengaruhi kualitas udara. Semakin tinggi nilai ISPU untuk PM, semakin buruk kualitas udara di suatu wilayah.

Ambien Indoor

Selain ambien outdoor, kualitas udara di dalam ruangan atau ambien indoor juga memiliki peran yang sangat penting. Kita menghabiskan sebagian besar waktu kita di dalam ruangan, baik di rumah, kantor, atau tempat-tempat umum lainnya. Oleh karena itu, pemahaman akan kualitas udara indoor sama pentingnya dengan pemahaman terhadap udara luar.

Perbedaan utama antara ambien outdoor dan indoor terletak pada sumber pencemar dan cara penanganannya. Sumber pencemar udara indoor dapat berasal dari berbagai hal, seperti asap rokok, bahan kimia rumah tangga, debu, dan bahkan formaldehida yang terlepas dari furnitur dan material bangunan. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kebersihan udara di dalam ruangan dengan ventilasi yang baik dan penggunaan perangkat pembersih udara jika diperlukan.

Pentingnya Pemantauan Kualitas Udara

Pemantauan kualitas udara, baik di dalam maupun di luar ruangan, memiliki implikasi langsung terhadap kesehatan masyarakat. Pencemaran udara dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit pernapasan, alergi, dan bahkan penyakit jantung. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat tentang pentingnya kualitas udara dan partisipasi dalam upaya pelestarian lingkungan sangat diperlukan.

Ambien outdoor dan indoor memiliki perbedaan karakteristik namun keduanya memiliki dampak besar terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia. Pemantauan kualitas udara melalui ISPU menjadi langkah awal untuk memahami sejauh mana tingkat pencemaran udara di suatu wilayah. Kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga kualitas udara, baik di dalam maupun di luar ruangan, sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan berkelanjutan. Dengan demikian, kita dapat bersama-sama menjaga kelestarian alam dan meningkatkan kualitas hidup untuk generasi mendatang.

Sejarah AMDAL : Sadar Karena Bencana

Sejarah AMDAL : Sadar Karena Bencana

Seiring dengan perkembangan zaman dan kesadaran akan pentingnya perlindungan lingkungan, perlunya suatu kajian mengenai dampak lingkungan muncul. Salah satu kajian tersebut adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL merupakan suatu kajian mengenai dampak yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan atau proyek terhadap lingkungan, dan bagaimana cara mengurangi dampak tersebut. Kali ini Lensa Lingkungan akan mengulas Sejarah AMDAL dan Implementasinya di Indonesia.

Awal Mula

Konsep AMDAL pertama kali muncul di Amerika Serikat pada tahun 1969, setelah terjadinya bencana lingkungan besar akibat kecelakaan kapal minyak di Teluk Santa Barbara. Bencana ini memicu kesadaran akan perlunya melindungi lingkungan dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut. Lalu, munculah Undang-Undang Lingkungan Hidup di Amerika Serikat yang mewajibkan dilakukannya kajian mengenai dampak lingkungan sebelum melakukan proyek pembangunan.

Sejarah AMDAL di Indonesia

Pada tahun 1982, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini merupakan landasan hukum pertama mengenai perlindungan lingkungan hidup di Indonesia. Di dalamnya termasuk kewajiban untuk melakukan kajian mengenai dampak lingkungan sebelum melakukan proyek pembangunan.

Pada tahun 1997, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur secara lebih rinci mengenai AMDAL. Diaturlah bahwa setiap kegiatan yang memiliki potensi dampak signifikan terhadap lingkungan wajib untuk melakukan kajian AMDAL. Selain itu, terdapat pula kewajiban untuk melakukan konsultasi publik dalam proses pengambilan keputusan terkait proyek tersebut.

Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 2009, di mana Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menguatkan kembali peran Amdal sebagai instrumen penting dalam pengambilan keputusan pembangunan. Disempurnakannya peraturan-peraturan terkait Amdal tersebut semakin menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi lingkungan hidup dari dampak negatif pembangunan.

Hingga saat ini berlaku UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah ketentuan berbagai UU, termasuk UU No.32 Tahun 2009. Dan berlaku juga PP No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Tujuan dan Implementasi

AMDAL diciptakan dengan tujuan dapat mencegah, mengurangi, dan mengendalikan dampak negatif terhadap lingkungan akibat kegiatan pembangunan, baik itu dari sektor industri maupun infrastruktur.

Pada prakteknya, implementasi AMDAL di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Mulai dari minimnya kesadaran akan pentingnya AMDAL di kalangan pengembang proyek, hingga minimnya pengawasan dari pihak berwenang terhadap pelaksanaan AMDAL. Banyak proyek pembangunan yang dijalankan tanpa adanya kajian AMDAL yang memadai, sehingga berpotensi menimbulkan dampak lingkungan yang merugikan.

Namun dampak positif dari implementasi AMDAL di Indonesia juga telah terlihat. Banyak proyek pembangunan yang akhirnya dihentikan atau dimodifikasi setelah ditemukan dampak yang berpotensi merusak lingkungan.


Sejarah AMDAL bermula dari kesadaran akan perlunya perlindungan lingkungan hidup, dan secara bertahap mulai diimplementasikan di berbagai negara termasuk Indonesia. Meskipun masih menghadapi tantangan, implementasi AMDAL di Indonesia telah memberikan dampak positif dalam melindungi lingkungan hidup. Diperlukan kesadaran dan komitmen dari semua pihak untuk menerapkan AMDAL secara konsisten guna menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.

Emisi Fugitive : Buronan Berbahaya Emisi

Emisi Fugitive : Buronan Berbahaya Emisi

Emisi fugitive merupakan emisi yang berasal dari sumber-sumber yang sulit untuk diidentifikasi atau diukur, seperti kebocoran gas, debu, uap, atau partikel dari berbagai jenis industri dan/atau proses manufaktur. Secara teknis emisi fugitif adalah emisi yang tidak dapat melewati cerobong, ventilasi atau sistem pembuangan.

Emisi ini dapat berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan manusia karena seringkali sulit untuk dikendalikan dan seringkali melebihi batas aman yang ditetapkan.

Dari segi kesehatan manusia, emisi fugitif dapat menyebabkan gangguan pernafasan, iritasi kulit dan mata, serta masalah kesehatan lainnya seperti kanker, gangguan saraf, dan masalah kesehatan lainnya. Selain itu, terpaparnya gas beracun atau bahan kimia berbahaya dapat menyebabkan keracunan atau kematian akibat paparan yang tinggi.

Selain dampak langsung bagi kesehatan manusia, emisi fugitif juga memiliki dampak yang merugikan bagi lingkungan. Gas-gas rumah kaca yang terlepas ke atmosfer dapat menyebabkan pemanasan global, yang pada gilirannya akan menyebabkan perubahan iklim yang ekstrem. Hal ini dapat berdampak buruk bagi ekosistem, keanekaragaman hayati, dan ketersediaan sumber daya alam. Selain itu, emisi fugitif dapat menyebabkan eutrofikasi air, asidifikasi tanah.

Contoh industri yang memiliki emisi fugitif adalah industri pertambangan dan pengolahan mineral, industri kimia, petrokimia, serta industri pembangkit listrik. Pada industri ini, emisi fugitif umumnya terjadi akibat kebocoran pada peralatan pengolahan maupun proses produksi. Contohnya, pada industri pertambangan, kebocoran gas metana seringkali terjadi akibat proses penambangan batubara atau penggalian tambang.

Untuk mengatasi masalah emisi fugitif, langkah-langkah pencegahan dan pengendalian yang lebih ketat perlu diterapkan. Pemerintah perlu melakukan pengawasan dan regulasi yang lebih ketat terhadap industri-industri yang potensial menghasilkan emisi fugitif.

Lensa Lingkungan bisa membantu perusahaan dalam melakukan pengelolaan emisi fugitif. Kontak kami untuk info lebih lanjut.

Pengertian Baku Mutu Emisi (BME) Sumber Tidak Bergerak

Pengertian Baku Mutu Emisi (BME) Sumber Tidak Bergerak

Baku mutu emisi (BME) sumber tidak bergerak merupakan standar yang ditetapkan untuk mengatur batas maksimum emisi yang diperbolehkan dimasukkan ke dalam lingkungan dan/atau yang dikeluarkan oleh sumber-sumber seperti pabrik, kilang, dan instalasi lainnya yang tidak bergerak. Pentingnya baku mutu emisi ini tidak dapat dipandang remeh, karena emisi polutan dapat berdampak negatif pada lingkungan dan kesehatan manusia.

Pemenuhan Baku Mutu Emisi (BME)

Pertama-tama, pentingnya pemenuhan baku mutu emisi sumber tidak bergerak adalah untuk melindungi kualitas udara. Emisi polutan seperti sulfur dioksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan partikulat dapat menyebabkan pencemaran udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Dengan adanya baku mutu emisi, pabrik dan instalasi lainnya diharuskan untuk membatasi jumlah emisi polutan yang mereka hasilkan, sehingga dapat mengurangi dampak negatif terhadap kualitas udara.\

BME Sesuai Dampak Emisinya

Baku mutu emisi (BME) sumber tidak bergerak ditetapkan untuk usaha dan/atau kegiatan, sesuai dampak emisinya.

Dampak emisi rendah:

  • Menggunakan baku mutu yang telah ditetapkan oleh Menteri
  • Dalam hal baku mutu emisi belum ditetapkan oleh Menteri, Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib mengajukan kajian dan persetujuan teknis.

Dampak emisi tinggi :

  • Wajib dilengkapi dengan kajian dan persetujuan teknis
  • Pelaku usaha dalam kawasan yang wajib RKL-RPL rinci, pengelola kawasan dalam memeriksa RKL-RPL rinci mempersyaratkan Persetujuan Teknis pemenuhan BME pada RKL-RPL rinci

Selain itu, pemenuhan baku mutu emisi juga berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Emisi polutan dapat mencemari tanah, air, dan ekosistem lainnya, sehingga dapat berdampak buruk pada kehidupan satwa liar dan tumbuhan. Dengan adanya baku mutu emisi yang ketat, diharapkan emisi polutan dapat dikurangi sehingga dapat menjaga keseimbangan alam dan keberlanjutan lingkungan

Bahaya Paparan Polutan untuk Kesehatan Manusia

Dari segi kesehatan manusia, pemenuhan baku mutu emisi sumber tidak bergerak juga memiliki peran yang sangat penting. Paparan polutan udara dapat menyebabkan gangguan pernapasan, iritasi mata, dan bahkan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit serius seperti kanker dan gangguan kardiovaskular. Dengan adanya baku mutu emisi yang ketat, diharapkan polusi udara dapat dikurangi sehingga dapat menjaga kesehatan masyarakat.

Dalam menghadapi tantangan pemenuhan baku mutu emisi sumber tidak bergerak, pabrik dan instalasi lainnya dapat menggunakan teknologi pengendali emisi. Hal tersebut untuk memastikan bahwa tingkat emisi polutan tetap berada dalam batas yang ditentukan. Dapat dilakukan dengan memasang peralatan pengendali emisi seperti filter udara, scrubber gas, dan teknologi lainnya untuk mengurangi emisi polutan.

Pemenuhan baku mutu emisi sumber tidak bergerak bukanlah hal yang mudah, namun sangat penting untuk dilakukan guna menjaga lingkungan, kesehatan manusia, dan keberlanjutan ekosistem. Dalam upaya memenuhi baku mutu emisi sumber tidak bergerak, peran pemerintah juga sangat penting dalam mengawasi dan menegakkan aturan yang telah ditetapkan. Dengan adanya kesadaran akan pentingnya pemenuhan baku mutu emisi ini, diharapkan pabrik dan instalasi lainnya dapat bekerja sama dalam mengurangi emisi polutan demi kebaikan bersama.

Apakah Anda membutuhkan informasi mengenai baku mutu emisi perusahaan dan akan menyusun persetujuan teknis emisi? Berpengalaman di bidang emisi dan udara ambien, kami bisa membantu menyusun pertek emisi dengan cepat. Silakan kunjungi laman ini untuk detailnya.

Apakah Genset Memerlukan Persetujuan Teknis (Pertek) Emisi?

Apakah Genset Memerlukan Persetujuan Teknis (Pertek) Emisi?

Genset atau generator set, sebagai salah satu penyedia sumber daya listrik utama di berbagai sektor industri dan bisnis global, memegang peranan vital dalam memenuhi kebutuhan energi. Namun, perlu diingat bahwa genset juga turut berkontribusi pada isu lingkungan dan emisi gas buang. Dalam konteks kebutuhan energi yang terus meningkat, kita perlu mempertimbangkan dampak lingkungan dari penggunaan genset.

Salah satu pertanyaan yang sering kita dapatkan adalah apakah genset memerlukan pertek emisi? Jika genset yang dioperasikan sifatnya hanya back up atau emergency, maka tidak diperlukan pertek emisi. Kedua, jika genset beroperasi kurang dari 1000 jam, maka pertek emisi juga tidak perlu disusun. Pertek emisi diwajibkan jika genset berkapasitas lebih dari 100kVa dan/atau beroperasi lebih dari 1000 jam pada tahun berjalan.

Pemerintah telah merinci ketentuan emisi gas buang dari genset untuk melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Meskipun setiap negara memiliki regulasi berbeda, umumnya genset harus mematuhi batas maksimum emisi yang ditetapkan oleh pemerintah. Di Indonesia, regulasi terkait emisi genset tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 11 tahun 2021 tentang Baku Mutu Emisi Mesin Pembakaran Dalam.

Penting juga untuk memperhatikan peraturan terkait pengoperasian dan pemeliharaan genset. Tujuannya adalah untuk menjaga agar lingkungan sekitar tetap aman dari dampak negatif yang mungkin timbul akibat penggunaan genes serta emisi gas buang yang dihasilkan. Oleh karena itu, pematuhan terhadap regulasi serta pemeliharaan dan perawatan rutin sangatlah penting.

Dalam perspektif bisnis, mematuhi peraturan emisi tidak hanya meningkatkan citra perusahaan tetapi juga memberikan dampak positif bagi stakeholders. Penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam juga dapat mengurangi biaya operasional jangka panjang dan memperkuat posisi perusahaan di pasar yang semakin peduli terhadap lingkungan.

Kesimpulannya, genset membutuhkan pertek emisi sesuai dengan peraturan resmi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Peraturan ini tidak hanya untuk memenuhi ketentuan hukum, tetapi juga untuk melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat dari dampak negatif emisi gas buang. Oleh karena itu, pemahaman dan pematuhan terhadap regulasi, serta peran aktif dalam menjaga lingkungan, merupakan tanggung jawab utama setiap pengguna genset.

Apakah perusahaan memiliki masalah terkait dengan pertek emisi ataukah akan menyusun? Kami siap membantu. Silakan kunjungi laman ini untuk detailnya.

Internalisasi Biaya Lingkungan dan Sistem Manajemen Lingkungan dalam Pertek Emisi

Internalisasi Biaya Lingkungan dan Sistem Manajemen Lingkungan dalam Pertek Emisi

Di dalam Persetujuan Teknis Emisi, yang lebih sering kita kenal dengan Pertek Emisi, ada salah satu item yaitu Internalisasi Biaya Lingkungan. Kami sering menjumpai kawan-kawan baik pemrakarsa maupun konsultan yang masih agak bingung dengan isi atau kandungannya.

Ini sering karena ini juga masalah baru, internalisasi biaya lingkungan. Jadi, internalisasi biaya lingkungan ini isinya:

1) Biaya pencegahan pencemaran udara, nanti menyebutkan apa saja yang dirancangkan untuk biaya pencegahan pencemaran udara,

2) biaya pengembangan teknologi terbaik rendah emisi, termasuk alat pengendalinya dibuat disana,

3) biaya penggunaan bahan bakar bersih, dia akan membuat misalnya kalau batu bara akan memakai yang rendah das atau debu yang kurang sulfur,

4) biaya pengembangan sumber daya manusia, termasuk pelatihan dan sertifikasi,

5) biaya pemantauan emisi dan kualitas udara ambien, dilampirkan biaya pemantauan berapa per parameter termasuk kemungkinan mendatangkannya dari mana apalagi kalau dia agak remote agak jauh dari pusat kota,

6) biaya kegiatan lain yang mendukung upaya pengendalian pencemaran udara, bisa apakah ada penanaman pohon termasuk di dalamnya. Ini yang baru bapak/ibu konsultan tuliskan disana tambahannya, ada beberapa yang harus dibuat disana.

Selanjutnya, tahapan penyusunan SML atau Sistem Manajemen Lingkungan, isinya:

1) menentukan lingkup dan menerapkan sistem manajemen lingkungan terkait PPU (Pengendalian Pencemaran Udara), jadi lingkup apa yang dilakukan nanti di manajemen pencemaran udaranya dan menerapkan sistem manajemen lingkungan, perusahaan harus punya SOP, apakah dia ISO atau sistem manajemen lain, harus dilampirkan semua di dalam dokumen pertek.

2) menetapkan kepemimpinan dan komitmen dari manajemen puncak terhadap PPU, tentu dibaca dari visi misi, katakanlah orang-orang lingkungan ini apabila ditemukan keadaan yang tidak baik seperti emisi atau limbah dia bisa melaporkan langsung ke pimpinan tertinggi untuk menghentikan sementara kegiatan. Jadi dilihat dari visi misi, strukturnya.

3) menetapkan kebijakan pengendalian pencemaran udara juga termasuk SOP lengkapnya.

4) Menentukan sumber daya yang disyaratkan untuk penerapan dan pemeliharaan sistem manajemen lingkungan terkait PPU, ini termasuk apakah dia melakukan verifikasi, audit apakah juga termasuk.

5) Memiliki sumber daya manusia yang memiliki sertifikasi kompetensi PPU, dan

6) menetapkan struktur organisasi yang menangani PPU, struktur ini terkait komitmen, yang akan terlihat dari struktur organisasinya.

Jadi ada 3 yang baru; SML, internalisasi biaya lingkungan, dan rona awal yang lebih dalam (untuk kajian teknis).

Sebenarnya di AMDAL lama juga ada tapi di dokumen pertek emisi, dikaji lebih dalam. Jadi, ambien tidak lagi didasarkan dari kampung atau rumah pemukiman terdekat tapi dikaitkan dengan dispersi udara kemana kecenderungan pergi disitu disarankan sebagai titik pemantauannya. Menetapkan lokasi pemanatauan udara ambien bukan berdasarkan jarak atau kedekatan dengan perusahaan tapi berdasarkan penelitian yang ada.

Melihat lingkungan dari sebuah lensa, menyadarkan diri pentingnya menjaga lingkungan untuk anak cucu kita

Hubungi Kami

Kantor Operasional:

Jakarta:

Office 8 – Senopati
Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Surabaya:

Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

Jam Kerja: 08.00 – 16.00 WIB (Senin sd Jumat)

Email : lensa@lensalingkungan.com

Temukan Kami

Chat Kami
Butuh info lebih? Kontak kami
Halo 👋
kami adalah konsultan lingkungan, apakah ada yang bisa dibantu?