Mandat Perpres 98 Tahun 2021 dan Permen LHK 21 Tahun 2022: Menuju Pengembangan Nilai Ekonomi Karbon

Mandat Perpres 98 Tahun 2021 dan Permen LHK 21 Tahun 2022: Menuju Pengembangan Nilai Ekonomi Karbon

Dalam upaya mengimplementasikan mandat yang tercantum dalam Perpres 98 Tahun 2021, terutama terkait dengan Permen LHK 21 tahun 2022 yang mengatur tata laksana nilai ekonomi karbon, langkah-langkah penting telah diambil. Proses operasionalisasi berdasarkan Permen 21 ini menjadi fokus utama untuk memastikan keberhasilan implementasi mandat tersebut. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa aspek yang perlu diselesaikan guna memenuhi mandat yang telah ditetapkan.

 

Tujuan Mandat Perpres 98 Tahun 2021 dan Permen LHK 21 Tahun 2022 adalah:

  1. Maksud, tujuan, dan ruang lingkup: Menetapkan maksud, tujuan, dan ruang lingkup terkait dengan penyelenggaraan nilai ekonomi karbon.
  2. Upaya pencapaian target kontribusi NDC: Mengatur upaya untuk mencapai target kontribusi yang ditetapkan secara nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC) dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca.
  3. Tata laksana penyelenggaraan nilai ekonomi karbon: Menetapkan tata laksana dalam penyelenggaraan nilai ekonomi karbon, termasuk pengelolaan nilai ekonomi karbon dan pengendalian emisi gas rumah kaca.
  4. Kerangka transparansi: Mengatur kerangka transparansi dalam pengelolaan nilai ekonomi karbon, termasuk pengelolaan data, pengendalian risiko, dan pengawasan.
  5. Pemantauan dan evaluasi: Menetapkan proses pemantauan dan evaluasi dalam pengelolaan nilai ekonomi karbon untuk memastikan efektivitas implementasi.
  6. Pembinaan dan pendanaan: Mengatur pembinaan dan pendanaan dalam pengelolaan nilai ekonomi karbon, termasuk pengembangan infrastruktur dan pengelolaan dana yang diperlukan.
  7. Komite pengarah pada pengelolaan Nilai Ekonomi Karbon (NEK): Menetapkan komite pengarah untuk mengelola nilai ekonomi karbon guna mencapai NDC dan mengendalikan emisi gas rumah kaca.

 

Langkah-langkah Implementasi

Saat ini, perkembangan terkait dengan Permen 21 sudah mencapai tahap tertentu, menandakan dimulainya proses implementasi mandat dari Perpres 98 Tahun 2021 dan Permen 21. Selain itu, penerbitan Permen ESDM No.16 yang mengatur tata cara penyelenggaraan nilai ekonomi karbon juga telah dilakukan. Begitu pula dengan Permenko Marves yang menetapkan struktur dan tata kerja komite pengarah penyelenggaraan nilai ekonomi karbon, memberikan landasan penting bagi pelaksanaan kebijakan terkait.

 

Tindak Lanjut Penting

Penting untuk memberikan perhatian khusus pada hal-hal yang perlu ditindaklanjuti. Proses penerbitan beberapa peraturan seperti Permen LHK Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan sedang berlangsung, diharapkan dapat segera diselesaikan. Begitu pula dengan Permen LHK yang berkaitan dengan penyelenggaraan kontribusi nasional atau NDC, yang sudah mencapai tahap akhir penyelesaiannya. Keberhasilan dalam menyelesaikan aspek sektor kehutanan dan NDC akan membawa dampak positif dalam menjalankan operasionalisasi mandat dari Perpres 98 Tahun 2021.

Selain itu, kementerian dan lembaga terkait tengah mempersiapkan langkah-langkah selanjutnya. Misalnya, penyusunan peraturan Menteri Keuangan terkait perpajakan karbon serta penetapan aturan pungutan karbon sedang dalam proses pengembangan.

Infrastruktur untuk Carbon Pricing Stock Exchange

Saat ini telah disiapkan Infrastruktur untuk Carbon Pricing Stock Exchange merupakan langkah strategis dalam mendukung implementasi nilai ekonomi karbon. Hal ini merujuk pada pengembangan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung perdagangan karbon, seperti pengembangan pasar karbon, sistem pengelolaan karbon, dan infrastruktur teknologi yang diperlukan. Ini termasuk pengembangan sistem pengelolaan data, sistem pengelolaan transaksi, dan sistem pengelolaan pengurusan keuangan yang diperlukan untuk mendukung perdagangan karbon. Infrastruktur ini akan membantu memaksimalkan efisiensi dan efektivitas dalam perdagangan karbon, serta memastikan keberlangsungan yang baik dan transparan dalam pengelolaan nilai ekonomi karbon

Dengan adanya upaya tersebut, diharapkan implementasi mandat dari Perpres 98 Tahun 2021 dapat berjalan lancar dan efektif sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Operasionalisasi mandat dari Perpres 98 Tahun 2021 dan Permen LHK 21 Tahun 2022 merupakan langkah penting dalam pengembangan nilai ekonomi karbon. Dengan progres yang telah dicapai dan upaya lanjutan yang sedang dilakukan, diharapkan Indonesia dapat memperkuat posisinya dalam mengelola emisi karbon secara efisien dan berkelanjutan. Semua pihak terlibat diharapkan dapat bekerja sama secara sinergis untuk mencapai tujuan bersama dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup bagi generasi mendatang. Kunjungi Lensa Lingkungan untuk artikel lainnya. Jika perusahaan anda membutuhkan bantuan untuk menghitung carbon footprint produk, silakan klik disini.

Mekanisme dan Prosedur Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) di Indonesia

Mekanisme dan Prosedur Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) di Indonesia

Nilai ekonomi karbon (NEK) menjadi salah satu fokus utama dalam upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Dalam artikel ini, kami akan membahas skema mekanisme dan prosedur penyelenggaraan NEK serta bagaimana implementasinya dilakukan oleh berbagai pihak terkait.

 

 Mekanisme Penyelenggaraan NEK

Terdapat empat mekanisme utama dalam penyelenggaraan NEK, yakni perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, pungutan atas karbon, dan mekanisme lainnya yang mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  1. Perdagangan Karbon

Perdagangan karbon merupakan salah satu mekanisme yang paling dikenal dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Terdapat dua kelompok dalam perdagangan karbon, yaitu perdagangan emisi dan offset emisi. Perdagangan emisi dapat dilakukan secara domestik maupun internasional. Di tingkat domestik, infrastruktur pasar karbon telah disiapkan, sementara di tingkat internasional, perdagangan karbon dilakukan melalui kerjasama bilateral.

Dalam perdagangan karbon, carbon footprint merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur dan mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Menghitung carbon footprint produk melibatkan pengukuran emisi dari beberapa sumber, yang dikenal sebagai carbon footprint scopes. Scopes 1, 2, dan 3 merupakan sumber emisi yang dikelompokkan berdasarkan tingkat kontrol yang dikendalikan oleh perusahaan.

Peraturan yang mengatur perdagangan karbon telah diatur dalam Permen Nilai Ekonomi Karbon. Hal-hal yang menjadi perhatian utama dalam perdagangan emisi adalah regulasi mengenai cap and allowance yang diatur melalui PT BAE dan PT BAE-PU untuk masing-masing sektor terkait.

  1. Pembayaran Berbasis Kinerja

Selain perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja juga menjadi mekanisme penting dalam penyelenggaraan NEK. Mekanisme ini bertujuan untuk memberikan insentif kepada pelaku usaha atau individu yang berhasil mengurangi emisi GRK atau melakukan upaya mitigasi perubahan iklim.

  1. Pungutan Atas Karbon

Pungutan atas karbon merupakan mekanisme yang diatur oleh Kementerian Keuangan. Mekanisme ini bertujuan untuk menetapkan tarif atau pajak atas emisi karbon yang dihasilkan oleh suatu kegiatan ekonomi. Pendapatan dari pungutan ini dapat digunakan untuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

  1. Mekanisme Lainnya

Selain tiga mekanisme utama tersebut, terdapat pula mekanisme lainnya yang mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mekanisme ini dapat berupa inovasi dalam teknologi pengurangan emisi GRK atau pengembangan metode baru dalam mengukur dan memonitor emisi karbon.

 

 Prosedur Penyelenggaraan NEK

Prosedur penyelenggaraan NEK melibatkan berbagai pihak, termasuk kementerian dan lembaga terkait, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat. Secara umum, prosedur ini mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Beberapa prosedur khusus yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan NEK antara lain:

  • Penetapan baseline dan target pengurangan emisi GRK
  • Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK (SPE GRK) yang menjadi unit dalam sistem karbon dan perdagangan karbon
  • Tata kelola pasar karbon dan infrastruktur yang mendukung perdagangan karbon

 

 Implementasi oleh Pihak Terkait

Penyelenggaraan NEK dilakukan oleh berbagai pihak terkait sesuai dengan perannya masing-masing. Kementerian dan lembaga terkait bertanggung jawab dalam menyusun peraturan dan kebijakan terkait NEK, sementara pemerintah daerah bertanggung jawab dalam implementasi program-program mitigasi perubahan iklim di tingkat lokal.

Pelaku usaha memiliki peran penting dalam mengurangi emisi GRK dan berpartisipasi dalam perdagangan karbon. Masyarakat juga diharapkan untuk terlibat aktif dalam upaya mitigasi perubahan iklim, baik melalui kegiatan sehari-hari maupun mendukung kebijakan dan program yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Penyelenggaraan nilai ekonomi karbon melalui berbagai mekanisme dan prosedur merupakan langkah yang penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan menghadapi tantangan perubahan iklim. Dengan melibatkan berbagai pihak terkait dan memastikan implementasi yang efektif, diharapkan Indonesia dapat mencapai target mitigasi perubahan iklim sesuai dengan komitmen internasionalnya. Dengan adanya regulasi yang jelas dan infrastruktur yang mendukung, Indonesia dapat menjadi contoh dalam upaya mitigasi perubahan iklim di tingkat global.

 

 

Skema Perdagangan Karbon (Bagian 1): CDM dan ETS

Skema Perdagangan Karbon (Bagian 1): CDM dan ETS

Dalam hal perdagangan karbon, terdapat suatu rancangan di dalamnya yang selanjutnya kita sebut dengan skema perdagangan karbon. Skema perdagangan karbon hadir sebagai komitmen Global yang dimulai dari Kyoto Protocol. Dalam Kyoto Protocol dihasilkan produk berupa rancangan atau skema yang disebut dengan Clean Development Mechanism (CDM) serta konferensi-konferensi lainnya yang menghasilkan nilai kontribusi pengurangan emisi nasional yang dikenal dengan istilah National Determined Contribution (NDC). mulai dari perjalanan dari Kyoto Protocol hingga konferensi-konferensi berikutnya, hanya ada sedikit perubahan dari awal CDM terbentuk yang mana tidak mengubah nilai ­fogs-nya.

Dalam perdagangan karbon, karbon adalah objek yang bersifat intensible, maksudnya adalah tidak dapat dipegang dan ia bukan merupakan karbon aktif. Perdagangan karbon itu adalah suatu hal yang sedang terjadi atau happening sekarang. Beberapa orang berpikir bahwa perdagangan karbon adalah jual beli arang atau jual beli karbon aktif, namun bukan seperti itu. Karbon dalam perdagangan karbon merupakan suatu benda yang dapat dihitung dan ditetapkan dalam satuan CO2 atau ton CO2 equivalen. Karbon yang dibahas ini dapat berupa jasa atau kuota emisi, serta bersifat pengurangan atau penambahan. Hal ini bisa cukup rumit atau tricky, karena di satu sisi bisa bersifat mengurangi atau di sisi lain bisa bersifat menambah.

Selanjutnya, ada beberapa skema perdagangan karbon yang umum dikenal. Pertama, Clean Development Mechanism (CDM) yang merupakan produk dari Kyoto Protocol. Kedua, Emission Trading System (ETS). Ketiga, Joint Implementation (JI). Keempat, ada Carbon Crediting atau Carbon Offsetting. Dalam artikel ini, kita akan membahas dua skema, yaitu Clean Development Mechanism (CDM) dan Emission Trading System (ETS).

Pertama, kita kupas mengenai Clean Development Mechanism (CDM). Clean Development Mechanism (CDM) merupakan suatu mekanisme pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam framework kerjasama antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Objek utama dari skema perdagangan ini adalah sertifikasi karbon yang ditangkap oleh negara berkembang dan digunakan oleh emiter-emiter di negara-negara maju. Ketika negara berkembang melakukan suatu project untuk mengurangi emisi atau “menangkap emisi”, unit yang tersertifikasi tersebut dijual ke negara maju yang akan diklaim sebagai pengurangan emisi di negara-negara maju. Berdasarkan UNFCCC, project CDM di Indonesia kurang lebih ada 156 project, yang telah terverifikasi sebanyak 49 project dengan total volume karbon sebanyak 34 juta ton CO2. Jumlah tersebut dikenai harga berkisar antara 1 USD sampai dengan 7 USD per ton CO2, tergantung kepada jenis project ataupun teknologi yang digunakan dalam project tersebut. 

Kedua, skema yang kita kenal sebagai Emission Trading System (ETS). Emission Trading System (ETS) merupakan skema transfer emisi antar anggota sistem yang umumnya terkoneksi dalam satu grip yang sama, seperti di EU (Europe) ETS, China ETS, NA ETS, dan sebagainya. Mayoritas Emission Trading System (ETS) di beberapa grip ini dilakukan karena ada kewajiban atau sifatnya mandatory bagi setiap anggota sistem tersebut untuk mengurangi atau membatasi emisi yang dihasilkan. Emission Trading System (ETS) biasanya ada yang disebut dengan alokasi atau allowance untuk emisi GRK dalam satu periode. Misalnya dalam satu tahun setiap orang atau setiap anggota dalam ETS A memiliki allowance sebanyak 1000 ton CO2. Ketika allowance itu ada yang tersisa di salah satu anggotaataupun ketika ada anggota yang menghasilkan emisi melebihi dari allowance yang diperbolehkan, maka pada moment inilah terjadi perdagangan karbon atau perdagangan emisi antar anggota sistem ETS itu sendiri. Di Indonesia, ETS sudah mulai dilaksanakan pada Februari 2023 untuk seluruh PLTU batubara dimana sistem transaksinya diatur oleh Bursa Efek Indonesia dalam Apple Gatrix application, untuk semua update seperti Real Time Emission Report kemudian jumlah batasan allowancenya untuk masing-masing PLTU serta harganya berapa dan bagaimana trading yang terjadi.

Dalam konteks skema perdagangan karbon, platform gas rumah kaca dapat menjadi sarana efektif untuk memfasilitasi pertukaran kuota emisi, menyediakan informasi transparan, dan mendorong kolaborasi antar pihak yang terlibat dalam mitigasi perubahan iklim. Jasa konsultan gas rumah kaca berperan penting untuk memberikan pandangan ahli terkait implementasi skema perdagangan karbon, membantu perusahaan dan pemerintah dalam pemilihan strategi yang tepat, serta memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan standar internasional.

Asal Mula Perdagangan Karbon

Asal Mula Perdagangan Karbon

Ada cerita menarik mengenai munculnya perdagangan karbon yang bisa menjadi wawasan baru bagi kita semua. Inisiasi perdagangan karbon diawali dengan adanya peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer, dimana hal ini menyebabkan efek rumah kaca yang berkelanjutan. Efek rumah kaca yang berkelanjutan ini mengakibatkan peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi. Peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi ini akan mempercepat laju pencairan es di kedua kutub sehingga berimbas pada peningkatan volume air di lautan yang pastinya menjadi ancaman bagi negara-negara yang sebagian besar wilayahnya berbatasan dengan laut, seperti Tuvalu dan Maldive. Negara-negara tersebut diprediksi akan kehilangan sebagian besar hingga 100% wilayahnya pada tahun 2050.

Peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) juga menyebabkan disrupsi kepada kondisi alami musim secara global. Disrupsi yang dimaksud adalah yang pertama berupa bergesernya waktu seperti yang terjadi di musim hujan dan musim kemarau, yang saat ini kita rasakan. Kedua, terjadi perubahan durasi musim, maksudnya adalah musim panas yang lebih panjang, musim hujan yang lebih panjang atau lebih pendek. Ketiga, terjadi perubahan intensitas musim, seperti yang terjadi di beberapa negara yang mengalami musim panas yang berubah menjadi heatwave, di negara-negara yang mengalami musim dingin terjadinya freezing winter yang dinginnya melebihi batas normal. Disrupsi siklus musim alami ini juga akan berpengaruh pada aspek kehidupan manusia, seperti terganggunya produksi pangan, gangguan kesehatan, dan hilangnya spesies kunci yang berperan bagi kehidupan manusia, seperti berkurangnya jumlah serangga atau misalnya lebah sebagai penyerbuk alami di banyak tanaman pangan utama yang penting bagi manusia. Ditambah lagi, habitat alami yang berperan bagi kehidupan manusia juga terancam terganggu, yaitu berkurangnya atau menurunnya kualitas ekosistem mangrove dan terumbu karang yang menjadi pusat nursery bagi ikan-ikan di laut. Disrupsi musim ini akan berujung pada kerugian ekonomi yang sudah kita rasakan saat ini serta generasi anak cucu kita akan merasakan penurunan kualitas hidup nantinya.

Data dari IPCC tahun 2021 menyampaikan bahwa suhu rata-rata permukaan bumi cenderung mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan suhu rata-rata pada tahun 1900. Jika  dilihat pada siklus alaminya, suhu rata-rata akan mengalami penurunan pada suatu titik. Ketika sudah naik dan peningkatannya melebihi peningkatan sebelumnya, maka penurunan yang terjadi tidak akan mampu untuk mengembalikan kondisi sebelumnya. IPCC juga menyampaikan bahwa kita yang hidup saat ini akan merasakan sebagian kecil dari efek global warming, sedangkan sebagian besar lainnya diprediksi baru akan dirasakan oleh generasi anak dan cucu kita, khususnya bagi yang baru lahir pada tahun 2020 apabila tidak ada kemauan dan aksi nyata yang kita lakukan untuk mengurangi emisi yang telag kita hasilkan. Jika kita membagi jumlah emisi per negara dan perbenua, maka emisi GRK terbesar dihasilkan oleh China dan Amerika yang kurang lebih menghasilkan 40% dari total emisi global. Disusul dengan India, Rusia, dan negara-negara Uni Eropa, sedangkan Afrika yang notabenya memiliki luas benua cukup besar hanya berkontribusi sebanyak 3% dari emisi global. Berbeda hasilnya jika kita membagi emisi tersebut dengan jumlah penduduk menjadi emisi GRK perkapita, jumlah emisi Cina akan menurun drastis karena jumlah penduduknya mencapai 1,4 miliar jiwa sedangkan negara-negara kecil yang penduduknya sedikit namun emisinya cenderung tinggi seperti Qatar, Singapura, Brunei akan menghasilkan emisi per kapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan Cina.

Beberapa hal yang telah disebutkan di atas merupakan hal-hal yang menjadi alasan atas terinisiasinya perdagangan karbon di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.

 

 

Melihat lingkungan dari sebuah lensa, menyadarkan diri pentingnya menjaga lingkungan untuk anak cucu kita

Hubungi Kami

Kantor Operasional:

Jakarta:

Office 8 – Senopati
Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Surabaya:

Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

Jam Kerja: 08.00 – 16.00 WIB (Senin sd Jumat)

Email : lensa@lensalingkungan.com

Temukan Kami

Chat Kami
Butuh info lebih? Kontak kami
Halo 👋
kami adalah konsultan lingkungan, apakah ada yang bisa dibantu?