Menentukan Titik Pemantauan Emisi Cerobong Industri

Menentukan Titik Pemantauan Emisi Cerobong Industri

Pertanyaan yang sering muncul di dunia industri adalah bagaimana cara menentukan titik pemantauan emisi cerobong yang ideal. Proses ini menjadi krusial untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan dan menjaga kualitas udara. Artikel ini akan membahas langkah-langkah praktis serta aturan yang berlaku dalam menentukan titik pemantauan emisi cerobong industri.

 

Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai Panduan Utama

Dalam konteks pemantauan emisi cerobong industri, Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi panduan utama yang harus diperhatikan. SNI berperan sebagai peraturan teknis yang mengatur tentang pengukuran, penganalisis, dan pengaturan kadar suatu parameter, serta memberikan data pengukuran emisi secara tepat. Salah satu persyaratan umum yang diterapkan adalah adanya lantai kerja pada cerobong dengan lebar minimal satu meter. Hal ini penting untuk memberikan aksesibilitas dan keamanan saat melakukan pemantauan.

 

Konsep 2D dan 8D

Penempatan lubang sampling pada cerobong menjadi langkah selanjutnya yang harus diperhatikan. Konsep 2D dan 8D menjadi landasan prinsip untuk menentukan titik pemantauan. Dari bagian bawah cerobong, diukur jarak tanpa gangguan sampai tinggi 8D. Dari ujung atas, diukur jarak 2D. Area di antara 2D dan 8D dianggap sebagai zona aman untuk pengambilan sampel, dan titik ini bisa dianggap sebagai “Bank Sampling”.

 

Penilaian Titik Pemantauan

Idealnya, semua cerobong di sebuah industri seharusnya dipantau untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang emisi yang dihasilkan. Regulasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengharuskan pemantauan pada setiap cerobong, terutama di pabrik otomotif yang sering memiliki ratusan cerobong. Titik pemantauan dianggap sebagai penilaian, dan kebijakan pemantauan semua cerobong adalah hal yang diinginkan.

 

Diskusi dengan KLHK dan DLH

Langkah selanjutnya adalah melakukan diskusi dengan pihak berwenang, seperti KLHK dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), terutama jika kondisi lapangan tidak memenuhi syarat 2D 8D. Diskusi ini penting untuk menemukan solusi yang sesuai dengan kondisi spesifik industri. KLHK menegaskan bahwa semua cerobong seharusnya dipantau, namun solusi teknis perlu dibahas bersama DLH setempat.

 

Solusi Teknis Kondisi Tidak Memenuhi Syarat 2D 8D

Jika kondisi lapangan tidak memenuhi syarat 2D 8D, solusi teknis menjadi fokus berikutnya. Dalam beberapa kasus, cerobong mungkin perlu ditambah atau ditinggikan untuk memenuhi ketentuan tersebut. Solusi teknis seperti ini memerlukan diskusi dengan DLH setempat untuk menemukan solusi yang efektif dan sesuai dengan aturan.

 

Menentukan titik pemantauan emisi cerobong industri melibatkan pemahaman mendalam terhadap regulasi, seperti SNI dan aturan KLHK. Konsep 2D dan 8D menjadi landasan prinsip dalam menentukan zona aman pengambilan sampel, dan idealnya, semua cerobong harus dipantau. Diskusi dengan KLHK dan DLH menjadi langkah penting jika kondisi lapangan tidak memenuhi syarat aturan. Solusi teknis, seperti penambahan atau peninggian cerobong, perlu dibahas untuk menciptakan kebijakan pemantauan emisi yang efektif dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dengan langkah-langkah ini, industri dapat memastikan bahwa pemantauan emisi cerobong dilakukan secara optimal dan sesuai dengan standar lingkungan yang berlaku.

 

Teknik Sampling dalam Pemantauan Emisi

Teknik Sampling dalam Pemantauan Emisi

Dalam upaya menjaga kualitas udara dan mengelola emisi industri, pemantauan yang akurat dan representatif menjadi kunci. Salah satu aspek yang sering menjadi fokus perhatian adalah metode sampling yang digunakan. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang teknik sampling, dengan penekanan pada kriteria lubang sampling, penggunaan Continuous Emission Monitoring Systems (CEMS), dan standar yang berlaku dalam melakukan sampling.

Melakukan Sampling

Pertanyaan yang sering muncul dalam konteks pemantauan emisi adalah, “Bagaimana kita melakukan sampling?” Sampling yang tepat dengan langkah krusial dalam mendapatkan data yang akurat dan dapat diandalkan. Untuk itu, ada beberapa kriteria dan standar perlu diperhatikan untuk memastikan bahwa sampel yang diambil mencerminkan kondisi sebenarnya dari emisi industri.

Pertama-tama, perlu diperhatikan persiapan lapangan kerja yang mencakup lantai kerja, lubang sampling, dan pengait untuk menyimpan alat sampling. Kriteria 2D dan 8D digunakan sebagai pedoman dalam menentukan lokasi pengambilan sampel. Jika terdapat gangguan, seperti belokan pada cerobong, maka perhitungan dilakukan sebanyak 8 kali diameter (8D). Contoh, jika diameter cerobong 1 meter, maka jarak aman pengambilan sampel adalah 8 meter.

Jika cerobong memiliki bentuk persegi, rumus diameter ekuivalen digunakan untuk menentukan jarak aman. Dari ujung cerobong, diambil 2D untuk menghindari gangguan di atas cerobong, dan 8D untuk mengakomodasi gangguan di bawah cerobong. Dengan cara ini, area di antara dua titik tersebut dianggap sebagai area aman untuk pengambilan sampel.

Continuous Emission Monitoring Systems (CEMS)

Continuous Emission Monitoring Systems atau CEMS merupakan sistem pemantauan emisi yang bersifat permanen dan memiliki standar tersendiri untuk melakukan sampling. Prinsip isokinetik menjadi dasar dalam teknik sampling CEMS. CEMS melakukan sampling secara keseluruhan untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan akurat dan sesuai dengan standar yang berlaku.

Alat dari CEMS terpasang secara permanen pada cerobong, memastikan bahwa sampling dilakukan dengan konsistensi yang tinggi. Dalam pengaturan CEMS, pengambilan sampel terjadi di berbagai titik untuk mencakup seluruh area keluaran cerobong. Gambaran visual dapat dilihat pada diagram CEMS yang mencakup perangkat keras dan sistem pengambilan sampel.

Selain metode otomatis seperti CEMS, pemantauan emisi juga dapat dilakukan secara manual. Dalam hal ini, teknik sampling menjadi langkah yang harus diikuti dengan teliti. Lokasi pengambilan sampel harus dipilih dengan memperhatikan kriteria 2D dan 8D untuk memastikan representativitas sampel.

Standar yang Berlaku

Pentingnya sampling tidak hanya terletak pada tekniknya, tetapi juga pada kepatuhan terhadap standar yang berlaku. Standar ini mencakup prosedur-prosedur yang harus diikuti dalam melakukan sampling, penggunaan alat ukur yang sesuai, dan pemilihan lokasi pengambilan sampel yang representatif.

CEMS, sebagai metode pemantauan emisi yang canggih, memiliki standar tersendiri untuk menjamin akurasi dan konsistensi hasil pengukuran. Pemantauan manual juga harus mematuhi standar dan pedoman yang berlaku untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan dapat diandalkan dan sesuai dengan regulasi lingkungan.

Pemantauan emisi terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Salah satu perkembangan terbaru adalah pengembangan Continuous Emission Monitoring Systems (CEMS) Sensor. Meskipun belum menjadi standar, CEMS Sensor menjanjikan kemungkinan untuk memperluas kemampuan pemantauan emisi dengan penggunaan sensor yang lebih canggih.

Namun, tantangan yang dihadapi dalam mengadopsi teknologi ini melibatkan uji validitas dan keakuratan sensor, serta perluasan regulasi terkait penggunaan sensor dalam CEMS. Saat ini, teknologi sensor masih dalam tahap pengembangan, dan perlu penelitian lebih lanjut sebelum diimplementasikan sebagai standar.

Teknik sampling dalam pemantauan emisi menjadi unsur kunci dalam memastikan data yang dihasilkan mencerminkan kondisi sebenarnya dari sumber emisi. Mulai dari kriteria lubang sampling, penggunaan Continuous Emission Monitoring Systems (CEMS), hingga standar pemantauan dan sampling, semuanya menjadi faktor penting dalam menjaga kualitas hasil pengukuran.

Perkembangan teknologi, seperti CEMS Sensor, memberikan harapan untuk meningkatkan kemampuan pemantauan emisi di masa depan. Namun, seiring dengan itu, tantangan dan uji validitas teknologi baru juga perlu ditempuh. Dengan mengikuti standar dan pedoman yang berlaku, industri dapat berkontribusi pada pelestarian lingkungan dengan pengelolaan emisi yang akurat dan berkelanjutan.

Melihat lingkungan dari sebuah lensa, menyadarkan diri pentingnya menjaga lingkungan untuk anak cucu kita

Hubungi Kami

Kantor Operasional:

Jakarta:

Office 8 – Senopati
Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Surabaya:

Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

Jam Kerja: 08.00 – 16.00 WIB (Senin sd Jumat)

Email : lensa@lensalingkungan.com

Temukan Kami

Chat Kami
Butuh info lebih? Kontak kami
Halo 👋
kami adalah konsultan lingkungan, apakah ada yang bisa dibantu?