Perizinan dalam Limbah B3

Perizinan dalam Limbah B3

Bagaimana jika orang atau badan usaha atau industri yang menghasilkan limbah B3 belum memiliki izin? Akan coba kita ulas sebagai berikut.

Bagi badan usaha atau industri yang menghasilkan limbah B3 namun belum memiliki izin, maka terlebih dahulu harus melakukan penyimpanan sementara karena secara umum badan usaha atau industri ini tidak mampu untuk mengolah limbah itu sendiri. Apabila industri sudah menyediakan tempat untuk penyimpanan tapi belum ada izinnya, maka harus membuat izin, yang saat ini dikenal sebagai Rintek, yaitu Rincian Teknik, yang di dalamnya terdapat rincian jenisnya, kemudian penjelasan tentang penyimpanannya, terdapat SOP nya, penjelasan kemasannya, dan juga persyaratan lingkungan hidup terkait dengan penanganan tanggap darurat semisal ada tumpahan atau dan lain sebagainya. Tempat penyimpananlimbah B3 harus mengikuti ketentuan teknis.

Mekanisme Permohonan Perizinan Limbah B3

Pada mekanisme permohonan dokumen Rintek, nantinya akan ada pengecekan ke lapangan untuk verifikasinya. Pada saat verifikasi, akan dilihat tempatnya, sudah sesuai belum titik koordinatnya, kemudian apakah bangunannya sudah sesuai dengan ketentuan teknisnya atau belum

Saat ini, perizinan mengenai TPS menyesuaikan dengan PP Nomor 22 Tahun 2021, yang mana sebelumnya acuan perizinan menggunakan PP Nomor 101 Tahun 2014. Sebelumnya, izin penyimpanan ini dikeluarkan oleh bupati atau wali kota, sekarang ini menyesuaikan dengan kewenangan pemberi izin kerusakan lingkungan. Jadi, ketika perusahaan itu baru akan dibangun (industri baru), maka yang dilakukn adalah mengajukan dokumen lingkungan UKL-UPL yang di dalamnya ada pertek air limbah, pertek LB3, pertek emisi.

Lalu, kepada siapa dokumen UKL-UPL ini diajukan? Saat ini terdapat pihak khusus untuk penanganan lingkungan, ada banyak parameternya, dinilai dari ALDI nya, tingkat risikonya, dan juga terdapat ada kelas-kelas siapa yang mengeluarkan izin, dari kementerian, atau gubernur, atau yang paling rendah yaitu bupati atau wali kota. Maka dari itu, kita mengikuti siapa pemberi izin dokumen di lingkungan. Masa berlaku dokumen Rintek yang sebelumnya adalah 5 tahun, sekarang sudah ada perbedaan, yaitu ketika ada perubahan, seperti perubahan limbah yang disimpan misal ada tambahan, lokasi berubah, terkait desain dan kapasitas juga maka baru melakukan pengajuan lagi

Mengenai perizinan/legalitas, seperti yang kita ketahui limbah B3 ini mempunyai risiko yang tinggi, sehingga tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Limbah itu harus disimpan dulu sementara kemudian industri bekerja sama dengan pihak ketiga yang berizin untuk melakukan pengolahan lebih lanjut. Terkait pengiriman pun juga harus dipastikan sudah memiliki izin, salah satunya mengenai kendaraan yang mengangkut, adakah izin rekomendasi izin angkut untuk limbah B3, kartu pengawasan, dan juga vendor pihak ketiga yang pengolah ini juga mengolah izinnya dan harus dipastikan update.

Hirarki Pengelolaan Limbah B3 dan Penyimpanan Limbah B3

Hirarki Pengelolaan Limbah B3 dan Penyimpanan Limbah B3

Perlu kita ketahui bahwa terdapat hirarki pengelolaan limbah B3. Hal yang diutamakan adalah kita harus melakukan terlebih dahulu upaya pengurangan, yaitu sebisa mungkin kita melakukan minimisasi limbah B3. Selanjutnya, kita lakukan penyimpanan sementara atau pengumpulan lagi, lalu pemanfaatan. Hal ini bisa kita lakukan dengan melakukan kerja sama dengan vendor yang memiliki izin. Selanjutnya adalah pengolahan dan yang terakhir penimbunan. Penimbunan merupakan alternatif terakhir, karena akan berbeda untuk izin dan sebagainya, mengingat penimbunan ini membutuhkan lahan, dilarang untuk melakukan open dumping, sehingga penimbunan bukan menjadi suatu pilihan.

Pengelolaan dan Penyimpanan Limbah B3

Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib untuk melakukan pengelolaan limbah B3, yang dimaksud setiap orang di sini adalah bisa perorangan atau badan usaha industri yang menghasilkan limbah B3, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Setiap orang atau badan usaha wajib mendapatkan izin, sesuai dengan kewenangan yang ada di dokumen lingkungannya. Izin ini bisa dikeluarkan oleh gubernur, bupati, atau wali kota. Ketika setiap orang atau badan usaha tidak mampu melakukan pengelolaan limbah B3, maka pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. Lalu, bagaimana dengan izinnya jika diserahkan kepada pihak lain? maka izinnya juga bisa bermacam-macam, ada yang jadi pengumpul saja, atau yang bekerjasama dengan pihak lain, ada yang all in one (ada yang pengumpul dan transporter juga), atau pemanfaat atau pengolah. Pihak lain ini juga harus kita cermati izinnya.

Jika tadi kita sudah membahas mengenai hirarki pengelolaan limbah B3, hal yang tidak kalah penting untuk dibahas yaitu mengenai penyimpanan limbah B3.

Penyimpanan limbah B3 yang dimaksudkan adalah menyimpan sementara limbah B3 yang dihasilkan oleh penghasil. Bagi penghasil limbah B3, wajib melakukan penyimpanan sementara dan dilarang melakukan pencampuran limbah B3 yang disimpannya. Kegiatan penyimpanan limbah B3 ini wajib dimasukkan di dalam dokumen lingkungan. Apabila orang atau badan usaha dirasa mampu untuk melakukan pemanfaatan, berarti nanti izinnya selain penyimpanan juga pemanfaatan. Pada umumnya ini akan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga untuk melakukan pemanfaatan atau pengolahan limbah B3 yang dihasilkan.

Harus Dipilah Sesuai Kode Limbah

Terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan limbah B3. Limbah B3 yang dihasilkan harus kita pilah sesuai dengan kode limbahnya, lalu dikemas. Saat pengemasan ini kita beri simbol dan label, kemudian kita simpan atau masukkan ke TPS LB3. Hal penting yang tidak boleh diabaikan adalah semua limbah yang masuk ke TPS harus kita catat di logbook dan neraca limbah B3, sampai dengan masa simpannya kita serahkan ke pihak ketiga yang berizin, jadi sifat penyimpanannya adalah seperti itu. Untuk persyaratan penyimpanan, harus ada lokasi dan ada peralatan tanggap darurat. Lokasi harus bebas banjir dan tidak rawan bencana alam, kemudian ada di dalam penguasaan penghasil tadi. Peralatan tanggap darurat minimal harus memiliki sistem detector-nya, terdapat alat penanggulangan lain yang sesuai, dan minimal ada spill kit untuk yang berada di rumahan.

Melihat lingkungan dari sebuah lensa, menyadarkan diri pentingnya menjaga lingkungan untuk anak cucu kita

Hubungi Kami

Kantor Operasional:

Jakarta:

Office 8 – Senopati
Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Surabaya:

Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

Jam Kerja: 08.00 – 16.00 WIB (Senin sd Jumat)

Email : lensa@lensalingkungan.com

Temukan Kami

Chat Kami
Butuh info lebih? Kontak kami
Halo 👋
kami adalah konsultan lingkungan, apakah ada yang bisa dibantu?