Pengenalan PROPER Biru dan Pengertiannya

Pengenalan PROPER Biru dan Pengertiannya

PROPER merupakan sebuah singkatan dari Program Penilaian Pringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dapat dikatakan bahwa PROPER merupakan instrument pengendalian lingkungan yang berbasis insentif dan disinsentif, yang artinya digunakan sebagai perangkat atau upaya untuk mendorong mewujudkan pemanfaatan ruang sejalan dengan rencana tata ruang serta untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. Dengan segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan, aktivitas industri yang tidak dijalankan dengan baik sesuai degan perundang-undangan akan menyebabkan dampak juga terhadap lingkungan. Sehingga dengan adanya penilaian PROPER ini diharapkan dapat menjadi inovasi dalam mengendalikan pencemaran tidak hanya di sektor industri saja namun juga sektor yang lain.

Dalam penilaian PROPER nanti pada saat pengumuman terdapat beberapa warna peringkat sesuai nilai yang diperoleh tiap industri yang mengikuti penilaian PROPER, yaitu hitam, merah, biru, hijau, dan emas. Peringkat yang dicapai setiap industry atau perusahaan ini nantinya akan diketahui oleh masyarakat sehingga masyarakat pun dapat menilai dan menimbulkan citra tersendiri sesuai peringkat yang dicapai oleh perusahaan. Tidak hanya itu, peringkat ini nantinya juga akan mempengaruhi stakeholder untuk bekerja sama dengan perusahaan tersebut berdasarkan peringkat PROPERnya. Semakin tinggi nilai PROPER yang diperoleh, semakin bagus pula sistem managemen pengelolaan lingkungan hidup di perusahaan tersebut.

Dasar penilaian dari PROPER tercantum dalam PERMEN LH No. 1 tahun 2021 tentang program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dijelaskan bahwa PROPER merupakan bentuk evaluasi kinerja penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan. Tujuan dari pelaksanaan PROPER ini adalah:

  1. Untuk meningkatkan penaatan perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan.
  2. Sebagai awareness para pelaku usaha untuk menaati peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup yang tiap tahunnya dipastikan akan meningkat mengikuti pembaruan yang di setiap tahunnya.
  3. Untuk mendorong penerapan prinsip 4R dalam pengelolaan limbah Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery.

Dalam PERMEN LH No. 1 tahun 2021, pemeringkatan yang dimaksud terdiri dari kategori:

  • Biru, untuk peserta yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Merah, untuk peserta PROPER yang upaya pengelolaan lingkungan hidupnya dilakukan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
  • Hitam, untuk peserta PROPER yang melakukan perbuatan atau kelalaian yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
  • Emas, untuk peserta yang memperoleh peringkat hijau 2 (dua) tahun berturut-turut atau peringkat emas periode penilaian tahun sebelumnya, serta memiliki satu program unggulan inovasi social.

Dengan adanya penilaian PROPER ini tidak hanya sebagai nilai dari suatu industri atau perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan hidup, tetapi juga diharapkan dapat menjadi continuous improvement di bidang lingkungan. Berikut beberapa keuntungan apabila setiap industri mengikuti penilaian PROPER adalah sebagai berikut:

  • Terciptanya lingkungan hidup yang baik dan terciptanya ketahanan sumber daya alam, karena telah mengikuti peraturan perundang-undangan jadi otomatis pengambilan dan pemakaian sumberdaya alam akan lebih ramah lingkungan.
  • Terwujudnya iklim usaha yang kondusif dan ramah lingkungan. Ini terjadi karena adanya pengurangan limbah dan pengurangan emisi.

Diantara keuntungan diatas, setiap perusahaan yang mengedepankan prinsip produksi bersih otomatis akan mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Jadi, ini merupakan salah satu jalan continuous improvement. Tidak hanya itu kembali ke penilaian PROPER, ketika suatu perusahaan telah melakukan produksi bersih yang telah dijelaskan diatas, secara otomatis juga nilai dari PROPERnya akan menghasilkan nilai yang bagus, sehingga ini dapat dijadikan penilaian tersendiri terhadap penilaian masyarakat serta stakeholder terhadap perusahaan tersebut untuk membeli ataupun melakukan kerjasama.

Aspek Dasar yang harus Dipahami dalam Pengelolaan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)

Aspek Dasar yang harus Dipahami dalam Pengelolaan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)

Ingin belajar dan bergerak di bidang pengelolaan limbah B3? Catat, ini adalah aspek-aspek yang harus dikuasai. Dalam pengelolaan limbah B3, kita harus:

memahami peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan limbah B3, mengidentifikasi karakteristik dan jenis limbah B3 yang diatur dalam undang-undang, kemudian memahami persyaratan pengelolaan limbah B3, memahami aspek K3, dan sistem tanggap darurat dalam penanganan limbah B3, serta memahami sistem pelaporan pengelolaan limbah B3.

Di dalam artikel-artikel selanjutnya, kita akan fokus kepada pengumpul sebagai bagian dari pelaporan pengelolaan limbah B3. Kita semua tahu, tidak semua atau sebagian besar industri tidak mampu untuk mengolah atau memanfaatkan limbah B3 tersebut, maka yang pertama dilakukan setelah menghasilkan adalah mengumpulkan atau menyimpan sementara

Dengan pemahaman limbah B3 yang baik, maka diharapkan kita dapat mencegah dampak kerusakan lingkungan akibat pengelolaan limbah B3, yang kemudian kita rancang susunan strategis untuk pengurangan limbah B3, yang pada akhirnya dapat membantu meningkatkan kinerja dan profit perusahaan dengan melakukan efisiensi dan meminimisasi jumlah limbah B3 yang dihasilkan.

Pokok topik yang harus dikuasai adalah sebagai berikut:

  • Dasar hukum terkait limbah B3,
  • Identifikasi limbah B3
  • Perizinan limbah B3, terutama terkait penyimpanan limbah B3
  • Rencana minimasi limbah B3
  • Tanggap darurat limbah B3, dan
  • Pembuatan dokumen pelaporan limbah B3

Dasar hukum mengenai limbah B3 yang terbaru ada di PP Nomor 22 Tahun 2021, Pasal 274-449 dengan Lampirannya 9 sampai 13.

Pengertian secara umum seperti yang sudah kita ketahui, limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan, jadi suatu kegiatan pasti ada input, proses utama, kemudian ada outputnya. Outputnya berupa produk utama, kemudian juga ada produk samping atau limbah, yang mana limbahnya ini bisa berupa cair dan padar. Limbah padat bisa kita bagi menjadi limbah B3 dan non B3.

Input sebuah proses sendiri, ada yang menggunakan bahan B3 sebagai bahan baku utamanya, kemudian biasanya juga ada penggunaan bahan tambahan, yang mana di bahan tambahannya ada bahan yang merupakan B3, maupun yang non B3 dan selama proses berlangsung, emisi pasti dihasilkan.

Bahan B3 adalah bahan berbahaya dan beracun, jika dia memiliki sifat konsentrasi dan jumlah yang bisa mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, bisa membahayakan lingkungan, bisa mengancam kesehatan, bisa mengancam kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya. Jika disimpulkan, limbah B3 berarti sisa hasil usaha atau kegiatan industri yang sifat konsentrasinya bisa mencemarkan lingkungan hidup, membahayakan, dan mengancam kesehatan.

Ingin bertanya-tanya mengenai pengelolaan limbah B3? Chat kami..

Bagaimana Cara Mendapatkan Surat Kelayakan Operasi?

Bagaimana Cara Mendapatkan Surat Kelayakan Operasi?

Surat Kelayakan Operasi (SLO) merupakan pernyataan tentang terpenuhinya standar perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bagi usaha/kegiatan. SLO wajib dimiliki oleh kegiatan/usaha yang berkewajiban AMDAL atau UKL/UPL dengan kegiatan yang berpotensi menghasilkan emisi. Alur atau tata cara perolehan SLO dijelaskan dalam Peraturan Mentri No 5 (2021) sebagai berikut.

Alur Penerbitan Surat Kelayakan Operasi

Penjelasan dari alur penerbitan SLO adalah sebagai berikut.

1. Penapisan Mandiri

Proses penapisan mandiri adalah dasar bagi pemrakarsa maupun konsultan untuk mengajukan permohonan penerbitan Pertek. Penapisan mandiri didasarkan pada di mana lokasi kegiatan/usaha tersebut dilakukan (berdasarkan WPPMU), dampak emisi dari kegiaan/usaha tersebut. Tata cara proses ini berdasarkan Lampiran X memiliki alur sebagai berikut.

Alur Penapisan Mandiri
  1. Suatu usaha/kegiatan akan di lihat apakah berlokasi pada Wilayah Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara (WPPMU) kelas I atau tidak. Jika YA, maka dokumen pertek yang akan disusun adalah kajian teknis, jika tidak maka masuk ke penapisan selanjutnya. WPPMU sendiri ditetapkan oleh pemerintah yang bertanggung jawab pada wilayah tersebut. Contoh WPPMU kelas I adalah pada daerah pristine, ada istilah daerah pristine yang masih belum terganggu.
  2. Suatu usaha/kegiatan akan dilihat apakah masuk dalam daftar dengan dampak emisi tinggi berdasarkan KBLI yang tercantum dalam Peraturan Mentri No 5 (2021). Jika YA, maka dokumen pertek yang akan disusun adalah kajian teknis, jika tidak maka masuk ke penapisan selanjutnya. Walaupun pada kegiatan/usaha tersebut memiliki sumber emisi yang sederhana dan tidak tinggi, misalnya genset, maka tetap wajib menyusun kajian teknis walau secara sederhana (tidak terlalu mendetil).
  3. Suatu usaha/kegiatan akan dilihat apakah sumber emisi dari suatu kegiatan memiliki baku umutu emisi spesifik yang telah dicantumkan dalam peraturan atau tidak. Jika YA, maka dokumen pertek yang akan disusun adalah standar teknis, jika tidak maka harus membuat dokumen pertek berupa kajian teknis. Kasus ini akan mengharuskan suatu kegiatan/ usaha menguji emisinya, maka harus dilihat dari proses yang berlangsung dan ditentukan jenis emisi yang akan ditimbulkan, sehingga tidak harus melakukan uji parameter sapu jagad karena akan memberatkan biaya yang harus dikeluarkan.

Setalah dilakukan penapisan mandiri, maka dibuat dokumen persetjuan teknis berdasarkan hasil penapisan mandiri. Dokumen ini dapat disusun oleh pemrakarsa maupun oleh pihak konsultan.

2. Sidang Persetujuan Teknis (pemeriksaan dokumen)

Sidang Persetujuan Teknis dilakukan oleh Mentri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan wilayah. Sidang ini akan memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dari dokumen permohonan Persetujuan Teknis mengenai isi pertek yang telah disusun. Pada standar teknis, nanti akan dikoreksi mengenai baku mutu emisinya.

3. Berita acara hasil sidang

Perbaikan pertek yang tercantum dalam berita acara harus dilakukan keseluruhan dalam waktu sepuluh (10) hari kerja.

4. Penilaian Substansi

Penilaian ini dilakukan oleh pejabat dan melibatkan ahli PPU. Penilaian dilakukan terhadap kesesuaian isi dari Pertek (kajian teknis/standar teknis) yang disusun. Jangwa waktu penilaian substansi sampai dengan penerbitan dokumen Pertek yaitu maksimal 30 hari kerja.

5. Penerbitan Persetujuan Teknis

Persetujuan Teknis (Pertek) merupakan syarat dan salah satu bagian dari dokumen persetujuan lingkungan serta perizinan berusaha.

6. Pernyusunan Persetujuan Lingkungan

Persetujuan lingkungan merupakan dokumen lingkungan (SSKKL) yang berisi: persetujuan teknis PPA (pengendalian pencemaran air), persetujuan teknis pengendalian pencemaran udara, lalu persetujuan teknis limbah B3 serta dokumen mengenai komponen seperti sosial, budaya, ekonomi. Proses penyusunan.

7. Pembangunan fasilitas pengelolaan Emisi dan Operasi

Pembangunan fasilitas konstruksi dilanjutkan setelah perolehan persetujuan lingkungan. Setelah selesai dibangun maka pihak pemrakarsa akan melaorkan kembali untuk kemudian dilakukan verifikasi antara pertek dan aktualisasi dilapangan.

8. Verifikasi Persetujuan Teknis berdasarkan fasilitas yang dibangun

Verifikasi dilakukan pada masing-masing poin yang ada pada pertek terhadap keadaan dilapangan. Pemantauan yang dilakukan diantaranya terhadap emisi pada periode waktu yang telah ditentukan dan dilakukan oleh laboratorium teregistrasi (ini adalah pemantauan coba, bukan pemantauan saat mereka telah produksi dahulu selama tiga bulan baru dilihat emisinya) hal dilakukan sebagai penilaian verifikasi pemilihan antara hasil pemantauan emisi dan pemilihan alat pengendali emisi. Verivikasi untuk Pemantauan emisi dilakukan pada masa periode yg ditentukan. Dilakukan 2 kali (untuk melihat tren nya) yaitu saat pelepasan, waktu mau dioperasikan dan sebagai tambahan berdasarkan literatur pabriknya kalau beroperasi normal hasilnya akan seperti apa Verifikasi juga dilakukan untuk melihat kesesuaian antara emisi yang dikendalikan dengan pemilihan jenis alat, penilaian desain sistem intalasi, kapasitas instalasi serta waktu mengujinya dicek apakah ketika melakukan uji coba akan beroperasi normal atau tidak.

Proses ini akan dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya untuk pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran dokumen permohonan persetujuan teknis dengan durasi waktu paling lama dua hari kerja sejak permohonan diterima.

Setelah proses pejabat yang memeriksa akan menyampaikan berita acara kepada pemohon untuk dilakukan perbaikan jika ada yang belum tepat. Kemudian pemohon akan melakukan perbaikan dan menyampaikannya kembali. Perbaikan dilakukan satu kali setelah menyampaikan kembali permohonan tersebut, jika tetap tidak sesuai maka akan dikenai sanksi administratif.

kajian/standar teknis yg telah dinyatakan benar dan lengkap kemudian melakukan penilaian subtansi. Hasil penilaian substansi menyatakan kesesuaian tepenuhi penilai menerbitkan persetujuan teknis, jadi kalau kajian teknis sudah sesuai maka diterbitkan persetujuan teknis. Jika kesesuaian tidak terpenuhi pejabat penilai menolak menerbitkan persetujuan teknis disertai dengan alasan penolakan, jadi kalau dia tidak sesuai jadi tidak serta merta seperti itu, ketika pembahasan nanti disebutkan apa yang tidak sepakat dan diberikan waktu untuk memperbaiki tetapi kalau tetap tidak baru ditolak. (Bukan berarti ditolak langsung nol lagi tapi ada diskusi di dalam pembahasan itu. Penilaian substansi sampai jangka waktu 30 hari kerja).

9. Penerbitan SLO

Jika semua sudah sesuai dengan pertek, maka terbitlah SLO, dimulainya operasional dan pengawasaan ketaatan dan/atau kegiatan dalam perizinan berusaha. Surat ini akan dikeluarkan/diterbitkan di pusat, ditandatangani oleh dirjen di pusat dan oleh kepala dinas provinsi di daerah.

Persetujuan lingkungan yang telah diperoleh akan berlaku seumur kegiatan/usaha berlangsung (tidak ada perpanjangan, hanya pengawasan). Namun, suatu kegiatan perlu melakukan persetujuan teknis kembali apabila:

  1. perubahan desain dan/atau alat pengendali emisinya, kalau diganti desain dan alatnya maka wajib menyusun lagi persetujuan teknis
  2. pembangunan alat pengendali emisi, misalnya diganti atau ditambah pembangunannya misal dulu belum ada FGD sekarang ada maka berubah lagi persetujuan teknis karena dulu belum dicantumkan didalamnya
  3. perubahan proses kegiatan

Perubahan pertek yang dilakukan harus dilengkapi dengan:

  1. kajian teknis jika perubahan teknis mengubah luas sebaran dampak (misal, kalau cerobong berubah tingginya tentu diperkirakan akan mengubah sebaran dampak)
  2. dokumen pemenuhan standar teknis pemenuhan Baku Mutu Emisi (BME), jika perubahan teknis kegiatan tidak mengubah sebaran dampak (misal, Kalau dia mengganti genset dengan genset yang lebih canggih, genset yang tadinya bahan bakarnya dengan diesel diganti dengan gas)

Demikian alur cara mendapatkan SLO mulai dari penyusunan Persetujuan Teknis (Pertek) adapun jenis Persetujuan Teknis yang disusun dibagi menjadi dua, yaitu Standar Teknis dan Kajian Teknis. Informasi tersebut dapat dibaca pada artikel yang berjudul “Standar Teknis vs Kajian Teknis. Mana yang Harus Disusun?”.

Artikel ditulis oleh Isrinannisa Yane Aulia yang memiliki pengalaman di bidang pertek emisi dan kajian dispersi emisi

Memantau emisi dari beberapa sumber yang digabung dalam satu cerobong, Studi kasus dari sumber boiler dan PLTU

Memantau emisi dari beberapa sumber yang digabung dalam satu cerobong, Studi kasus dari sumber boiler dan PLTU

Ada pertanyaan begini, suatu PLTU di dalam prosesnya memiliki enam (6) boiler yang emisinya kemudian dialirkan ke satu cerobong. Artinya emisinya dijadikan satu aliran. Bagaimana menyikapi ini, apakah kondisi demikian diperbolehkan?

Sebagai tambahan info, bahan bakarnya adalah batu bara. PLTU tersebut adalah bagian dari usaha dan/atau kegiatan pengolahan dan pemurnian bijih mineral, yang tidak saya sebutkan namanya. PLTU memiliki kapasitas ≥ 25 MW.

Untuk pertanyaan di atas, dengan melihat sumber emisinya, kita bisa mengacu kepada PermenLHK No. P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga
Termal atau lebih singkatnya PermenLHK 15/2019. Di dalamnya memuat baku mutu emisi serta ketentuan teknis pengendalian emisi, pemantauan dan pelaporan untuk semua pembangkit listrik tenaga termal. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), diatur lebih lanjut dalam Lampiran I.

Peraturan ini mengubah beberapa peraturan yang sebelumnya mengatur baku mutu emisi, antara lain PermenLH 21/2008 (PLTU, PLTG, PLTGU, PLTD, PLTP) dan PermenLHK 70/2016 (PLTSa); serta membuat pengaturan yang baru bagi PLTMG atau PLTDG, PLTBm, serta pembangkit listrik berbahan bakar campuran, yang sebelumnya belum diatur baku mutunya.

Dalam kasus ini, Pasal 9 ayat 1 menerangkan bahwa CEMS dilakukan pada PLTU yang memiliki kapasitas ≥ 25 MW, atau ≤ 25 MW dengan kandungan sulfur dalam bahan bakar >2% dari beroperasi secara terus menerus. Untuk itu, PLTU jelas wajib memasang CEMS di semua unit pembangkitnya. Jika ada 6 boiler yang beroperasi, maka perusahaan wajib menyediakan cerobong di setiap boiler yang beroperasi. CEMS wajib dipasang pada setiap cerobongnya. Selanjutnya hasil pemantauan oleh CEMS dilaporkan sesuai format yang berlaku (Lampiran XI)

Ditulis oleh Arie Dipareza Syafei, praktisi selama lebih dari 10 tahun di bidang pengendalian pencemaran udara. Rekam jejaknya bisa dilihat disini.

Dasar dan Manfaat Proper yang Penting Bagi Perusahaan

Dasar dan Manfaat Proper yang Penting Bagi Perusahaan

Baik sebagai Bagian dari perusahaan maupun konsultan, sangat krusial untuk memahami pentingnya PROPER bagi perusahaan. Selain itu juga harus memahami mekanisme penilaian PROPER, menguasai penyusunan rencana dan menerapkan persyaratan PROPER di perusahaan. Kemudian, menguasai pengumpulan data dan laporan PROPER serta juga dapat menguasai penilaian sendiri atau assessment mandiri untuk peringkat PROPER di perusahaan.

Beberapa pointer yang harus difahami adalah:

  1. definisi PROPER,
  2. prinsip dasar penilaian PROPER,
  3. aspek penilaian PROPER pertama, yaitu mengenai dokumen lingkungan
  4. engendalian pencemaran air,
  5. pengendalian pencemaran udara,
  6. pengendalian pencemaran limbah B3, dan
  7. laporan dan dokumentasi

PROPER sendiri merupakan sebuah singkatan dari Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jadi PROPER merupakan instrumen pengendalian lingkungan yang berbasis insentif dan disinsentif.

Pengumuman PROPER berupa peringkat-peringkat warna yaitu hijau, biru, merah, dan hitam untuk tiap perusahaan. Hasilnya diumumkan secara langsung sehingga dapat diketahui oleh masyarakat sehingga bisa menimbulkan citra pada masyarakat sesuai peringkat yang dicapai oleh perusahaan. Jadi mungkin sudah ada gambaran, kalau hijau berarti mungkin perusahaannya dipersepsikan green company dalam masyarakat dan semacamnya. Kalo hitam, “kok ini ya labelnya hitam?”. Sebagai tambahan PROPER merupakan inovasi dalam mengendalikan pencemaran di sektor industri.

Dasar hukum PROPER ada di PERMEN LH No. 1 tahun 2021 tentang program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Peraturannya bisa diunduh disini:

Tujuan pelaksanaan PROPER ada beberapa.

Yang pertama, jelas untuk meningkatkan penaatan perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan. Ada beberapa poin yang harus dipenuhi oleh perusahan terkait pengelolaan lingkungan. Harapannya adalah dengan perusahaan mengikuti PROPER maka tingkat penaatan terhadap pengelolaan lingkungan bisa semakin baik. Setelah itu otomatis komitmen para stakeholder dalam upaya pelestarian lingkungan juga semakin meningkat. setelah semuanya berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan, dan juga otomatis kinerja pengelolaan lingkungan ini dapat dikelola secara berkelanjutan. Continuous improvement terus dilakukan dalam hal pelestarian lingkungan.

Dengan mengikuti PROPER, awareness para pelaku usaha untuk menaati peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup juga meningkat karena pasti setiap tahun ada pembaruan. Tentunya para pelaku usaha akan tetap update mengenai peraturan perundang-undangan di lingkungan hidup. Diharapkan juga setelah semuanya berjalan, maka penerapan prinsip 4R dalam pengelolaan limbah dapat didorong, yaitu Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery. Yang namanya limbah sebisa mungkin dikurangi. Baru kalau sudah dikurangi atau mentoknya kita tidak bisa mengurangi lagi limbahnya, maka apa yang kita hasilkan harus kita reuse. Tapi yang tetap kita utamakan adalah reduce–nya atau pengurangan limbah yang kita hasilkan.

Kita akan lanjut lagi pada artikel yang lain..

Internalisasi Biaya Lingkungan dan Sistem Manajemen Lingkungan dalam Pertek Emisi

Internalisasi Biaya Lingkungan dan Sistem Manajemen Lingkungan dalam Pertek Emisi

Di dalam Persetujuan Teknis Emisi, yang lebih sering kita kenal dengan Pertek Emisi, ada salah satu item yaitu Internalisasi Biaya Lingkungan. Kami sering menjumpai kawan-kawan baik pemrakarsa maupun konsultan yang masih agak bingung dengan isi atau kandungannya.

Ini sering karena ini juga masalah baru, internalisasi biaya lingkungan. Jadi, internalisasi biaya lingkungan ini isinya:

1) Biaya pencegahan pencemaran udara, nanti menyebutkan apa saja yang dirancangkan untuk biaya pencegahan pencemaran udara,

2) biaya pengembangan teknologi terbaik rendah emisi, termasuk alat pengendalinya dibuat disana,

3) biaya penggunaan bahan bakar bersih, dia akan membuat misalnya kalau batu bara akan memakai yang rendah das atau debu yang kurang sulfur,

4) biaya pengembangan sumber daya manusia, termasuk pelatihan dan sertifikasi,

5) biaya pemantauan emisi dan kualitas udara ambien, dilampirkan biaya pemantauan berapa per parameter termasuk kemungkinan mendatangkannya dari mana apalagi kalau dia agak remote agak jauh dari pusat kota,

6) biaya kegiatan lain yang mendukung upaya pengendalian pencemaran udara, bisa apakah ada penanaman pohon termasuk di dalamnya. Ini yang baru bapak/ibu konsultan tuliskan disana tambahannya, ada beberapa yang harus dibuat disana.

Selanjutnya, tahapan penyusunan SML atau Sistem Manajemen Lingkungan, isinya:

1) menentukan lingkup dan menerapkan sistem manajemen lingkungan terkait PPU (Pengendalian Pencemaran Udara), jadi lingkup apa yang dilakukan nanti di manajemen pencemaran udaranya dan menerapkan sistem manajemen lingkungan, perusahaan harus punya SOP, apakah dia ISO atau sistem manajemen lain, harus dilampirkan semua di dalam dokumen pertek.

2) menetapkan kepemimpinan dan komitmen dari manajemen puncak terhadap PPU, tentu dibaca dari visi misi, katakanlah orang-orang lingkungan ini apabila ditemukan keadaan yang tidak baik seperti emisi atau limbah dia bisa melaporkan langsung ke pimpinan tertinggi untuk menghentikan sementara kegiatan. Jadi dilihat dari visi misi, strukturnya.

3) menetapkan kebijakan pengendalian pencemaran udara juga termasuk SOP lengkapnya.

4) Menentukan sumber daya yang disyaratkan untuk penerapan dan pemeliharaan sistem manajemen lingkungan terkait PPU, ini termasuk apakah dia melakukan verifikasi, audit apakah juga termasuk.

5) Memiliki sumber daya manusia yang memiliki sertifikasi kompetensi PPU, dan

6) menetapkan struktur organisasi yang menangani PPU, struktur ini terkait komitmen, yang akan terlihat dari struktur organisasinya.

Jadi ada 3 yang baru; SML, internalisasi biaya lingkungan, dan rona awal yang lebih dalam (untuk kajian teknis).

Sebenarnya di AMDAL lama juga ada tapi di dokumen pertek emisi, dikaji lebih dalam. Jadi, ambien tidak lagi didasarkan dari kampung atau rumah pemukiman terdekat tapi dikaitkan dengan dispersi udara kemana kecenderungan pergi disitu disarankan sebagai titik pemantauannya. Menetapkan lokasi pemanatauan udara ambien bukan berdasarkan jarak atau kedekatan dengan perusahaan tapi berdasarkan penelitian yang ada.

Melihat lingkungan dari sebuah lensa, menyadarkan diri pentingnya menjaga lingkungan untuk anak cucu kita

Hubungi Kami

Kantor Operasional:

Jakarta:

Office 8 – Senopati
Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Surabaya:

Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

Jam Kerja: 08.00 – 16.00 WIB (Senin sd Jumat)

Email : lensa@lensalingkungan.com

Temukan Kami

Chat Kami
Butuh info lebih? Kontak kami
Halo 👋
kami adalah konsultan lingkungan, apakah ada yang bisa dibantu?