Inventarisasi GRK (Gas Rumah Kaca)

Inventarisasi GRK (Gas Rumah Kaca)

Perhitungan gas rumah kaca biasanya dituang dalam inventarisasi GRK. Inventarisasi GRK sendiri merupakan upaya pencatatan dan pendokumentasian emisi GRK yang dikeluarkan maupun yang diserap dari suatu aktivitas.

Berkaitan dengan mitigasi perubahan iklim, Inventarisasi GRK memberikan informasi tambahan untuk reduksi emisi GRK.

Pembuatan Inventorisasi GRK memiliki tujuan untuk menyediakan informasi secara berkala mengenai tingkat, status dan kecenderungan perubahan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon. Inventarisasi GRK pun sudah tercantum dalam beberapa regulasi, antara lain:

  1. Perpres 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional
  2. Permen LHK No. 0.73/2017 tentanng Pedoman Penyelenggaraan dan Pelaporan Inventorisasi GRK

Sedangkan untuk cakupan emisi dari Inventorisasi gas rumah kaca, meliputi:

  • Pengadaan dan penyediaan energi
  • Proses industry dan penggunaan produk
  • Pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya
  • Pengelolaan limbah

Mengapa dalam suatu perusahaan atau instansi sangat dibutuhkan inventarisasi? Alasannya adalah:

  1. Dapat digunakan sebagai leporan berkelanjutan/laporan sosial-lingkungan atau laporan pengajuan
  2. Dapat digunakan sebagai penilaian performa perusahaan atau instansi dan perubahannya pada tiap waktu
  3. Menggambarkan keuntungan dan akses ke modal melalui indeks dan indicator
  4. Sebagai kompensasi Carbon Footprint dan emisi
  5. Memiliki kesempatan berpartisipasi dalam Carbon Market
  6. Persiapan untuk scenario GRK

Persiapan dalam inventarisasi Emisi GRK, meliputi:

Pelaporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca sendiri telah tercatat dalam ISO 14064. Didalam sini terdapat kuantifikasi dan pelaporan emisi gas rumah kaca serta verifikasi. Tidak hanya itu, dalam pelaporan inventarisasi gas rumah kaca, beberapa sektor yang perlu diperhatikan adalah:

Sektor Energi

Sektor  ini terbagi menjadi 3 yaitu:

  • Penggunaan energi listrik
  • Sumber tidak bergerak
  • Sumber bergerak

Sektor Limbah

Sektor limbah dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

  • Limbah padat (sampah)
  • Limbah cair

Sektor IPPU (Industrial Process and Product Uses)

Dalam analisis IPPU data yang dibutuhkan adalah data bahan baku dan produksi yang dihasilkan dari industri.

Sektor AFOLU (Agriculture, Forestry, and Other Land Use)

Sektor ini dilakukan analisis data untuk bidang peternakan yaitu dari Rumah Potong Hewan (RPH) meliputi jumlah hewan yang dipotong, dan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian yag meiputi hewan ternak yang dikelola. Pada bidang pertanian analisis meliputi luas lahan.

Artikel ini diedit oleh Aghnia Putri Anshari yang memiliki pengalaman dalam Inventarisasi Gas Rumah Kaca

Apa Itu Gas Rumah Kaca?

Apa Itu Gas Rumah Kaca?

Gas Rumah Kaca atau yang biasa disebut GRK merupakan gas di atmosfer yang menyerap radiasi infra merah dan juga menentukan suhu atmosfer. Penyebabnya adalah adanya aktivitas manusia, khususnya adalah adanya kegiatan industri yang semakin tahun semakin bertambah, mengakibatkan emisi gas rumah kaca ke atmosfer juga mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Berikut ilustrasi terjadinya efek rumah kaca:

Adapun enam gas yang digolongkan sebagai Gas Rumah Kaca adalah:

  • Karbondioksida (CO2)
  • Gas Metan (CH4)
  • Dinitrogen Oksida (N2O)
  • Sulfurheksaflourida (SF5)
  • Perflourokarbon (PCFS)
  • Hidroflourokarbon (HFCS)
  • Gas senyawa perusak lapisan ozon

Gas-gas diatas masing-masing memiliki nilai Global Warming Potential (GWP) yang berbeda-beda. Nilai GWP sendiri adalah potensi suatu gas dalam menyebabkan pemansan global yang diukur secara relatif berdasarkan emisi karbon dioksida. Dimana nilai GWP ini tergantung dari daya serap infra-merahnya dan panjang gelombang dari infra-merahnya. Yang dimana semakin nilai GWP maka semakin besar potensi penyebab pemanasan global, sebagai contoh nilai GWP CH4 adalah 21 artinya adalah setiap unit CH4 memiliki efektivitas 21 kali dibandingkan dengan CO2 dalam mencegah lepasnya radiasi inframerah dari atmosfer bumi. Berikut nilai GWP dari masing-masing Gas Rumah Kaca:

Meskipun nilai GWP CO2 tidak besar, namun CO2 merupakan jenis gas rumah kaca yang konsentrasinya paling besar di atmosfer. Contoh dibawah bersumber dari IPCC 2007 data bauran emisi gas rumah kaca tahun 2004.

Dari diagram diatas kita dapat mengetauhi bahwa kandungan CO2 di atmosfer kita memang lebih besar dari kandungan gas rumah kaca lainnya di atmosfer.

Artikel ini diedit oleh Aghnia Putri Anshari yang memiliki pengalaman dalam Inventarisasi Gas Rumah Kaca

PARTICULATE MATTER (PM) DALAM FLUIDA UDARA

PARTICULATE MATTER (PM) DALAM FLUIDA UDARA

Pada udara ambien terdapat pencemar berupa partikulat, di Indonesia sendiri, baku mutu yang ditetapkan adalah sebagai berikut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lampiran VII, 2021.

Pencemar ini banyak diemisikan oleh kendaraan bermotor, aktivitas industry dan lain sebagainya. Partikulat ini memiliki dampak atau efek buruk bagi Kesehatan manusia di antaranya adalah meningkatkan risiko penyakit jantung serta penyakit pernafasan yang lebih fatal yang salah satunya adalah kanker paru- paru, serta dapat meningkatkan risiko kematian. Parameter ini dapat di removal dari sumber emisi sebelum dilepaskan ke udara ambien. Beberapa alat digunakan untuk memenuhi baku mutu partikulat. Alat yang umum digunakan di antaranya adalah gravity settler, fabric filter, electrostatic precipitator dan wet scrubber.

  • gravity settler

alat ini mengandalkan ruang besar dengan aliran udara inlet dengan kecepatan rendah, partikulat yang ada pada udara perlakan akan bergerak kebawah karena adanya gaya gravitasi. Contoh alat yang menggunakan system gravity settler adalah cyclone. Pada cyclone udara mengalir dilewati pada sebuah tabung besar. Udara akan mengalir dengan lintasan sphrerical. Partikulat yang ada pada udara cenderung terlempar ke dinding cyclone karena adanya gaya centrifugal, setelah itu partikulat akan jatuh ke dasar cyclone karena adanya gaya gravitasi sedangkan udara akan keluar melalui lubang atas cyclone.

  • fabric filter

prisip kerja dari alat ini mirip dengan vacuum cleaner, udara inlet akan dialirkan menuju fabric filter untuk kemudian partikulat yang ada akan tersaring pada filter dan udara bersih akan mengalir keluar. Secara periodic partikulat akan dikumpulkan dengan cara shaking pada filter maupun menggunakan aliran ballik pada alat ini. Contoh alat dengan system fabric filter adalah baghouse.

  • electrostatic precipitator (ESP)

system ini mengandakan aliran listrik pada katoda maupun anoda didalah system sehingga udara yang masuk dan memiliki partikulat bermuatan akan mengalami removal pada parameter tersebut karena adanya tarikan antara partikulat ke arah katoda maupun anoda.

  • wet scrubber

Sistem ini menggunakan prinsip impaksi dan intersepsi dari partikulat untuk proses removalnya. Partikulat akan bertumbuk dengan tetesan air dan terperangkap sehingga dapat tersisihkan dari udara. Tetesan air kemudian akan menuju ke dasar wet scrubber karena gaya gravitasi.

Alat-alat tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, biasanya para engineer melakukan pertimbangan desain dan pemilihan alat berdasarkan efisiensi sistem secara keseluruhan. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan darj sistem untum penyisihan partikulat.

NoSistemKelebihan dan Kekurangan
1Mechanical collectorMurah, efisiensi moderate, baik untuk penyisihan partikulat dengan ukuran besar dan dengan loading yang tinggi
2Fabric filterMahal, efisiensi tinggi, mempunyai limit kondisi operasi pada keadaan kering dan suhu rendah, cocok untuk segala ukuran dan tipw partikulat
3ESPDapat menghandle Q udara inlet tinggi pada tekanan randah, efisiensi tinggi, mahal, tidak fleksibel terhadap perubahan kondisi operasi proses
4Wet scrubberEfisiensi tinggi, dapat meremove partikulat dan gas bersamaan, mahal, menimbulkan limbah cair dan sludge
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pengendali Emisi

Proses removal particulat memiliki 3 cara yaitu Impaksi, Intersepsi dan Difusi. Removal partikulat umumnya dibedakan berdasarkan massa dan ukurannya, semakin besar maka suatu partikulat dapat mengendap karena gravitasi dengan cepat. Analisis distribusi ukuran partikulat dapat menggunakan alat cascade impactor. Umumnya perhitungan waktu pengendapan dari partikulat berdasarkan perhitungan matematis, namun dapat juga dengan lebih mudah menggunakan tabel grafik berikut.

Pada grafik tersebut kita dapat menentukan waktu, jarak dan kecepatan terminal suatu partikel untuk mengendap/jatuh ke permukaan bumi. demikian sekilas informasi mengenai parameter partikulat. Artikel ditulis oleh Isrinannisa Yane Aulia yang memiliki pengalaman di bidang pertek emisi dan kajian dispersi emisi

Pengelolaan Limbah B3 PROPER

Pengelolaan Limbah B3 PROPER

Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat sebagai B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, Kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Berikut merupakan pengertian dari bahan berbahaya dan beracun menurut Permen LHK no 1 tahun tentang program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup, dimana yang artinya dalam PROPER limbah B3 juga memiliki peran penting untuk diolah. Pengelolaan limbah B3 ini sangat penting dilakukan karena mengingat sifat limbah B3 sendiri yang sangat berbahaya bagi lingkungan, sehingga tiap industri diharuskan untuk melakukan mulai dari pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, serta penimbunan. Dari hal sederhana yang bisa dilakukan oleh suatu industri yang memiliki limbah B3 adalah dengan memiliki TPS atau Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3, yang dimana ruang TPS ini nantinya juga harus ada izin yang berlaku, izin penyimpanan sementara limbah B3 atau yang saat ini bernama Persetujuan Teknis. Dalam Permen LHK No 1 tahun 2021 ini juga menjelaskan bahwa untuk penilaian ketaatan di bidang Pengelolaan Limbah B3 setiap perusahaan harus memiliki beberapa hal, yaitu:

  1. Laporan pemenuhan ketentuan dalam Persetujuan Lingkungan
  2. Pendataan dan kodifikasi jenis limbah B3
  3. Kepemilikan dan keberlakuan perizinan Pengelolaan Limbah B3
  4. Laporan pemenuhan ketentuan dalam perizinan Pengelolaan Limbah B3
  5. Dokumen yang menerangkan kompetensi personel Pengelolaan Limbah B3
  6. Dokumen yang menerangkan sistem tanggap darurat Pengelolaan Limbah B3

Limbah B3 dalam penilaian PROPER sendiri merupakan salah satu aspek penting penilaian dalam kriteria pengelolaan lingkungan wajib, ini dikarenakan bahwa dampak dari limbah B3 yang dibiarkan berada di lingkungan sangat berdampak langsung bagi kelangsungan makhluk hidup di sekitarnya. Biasanya penilaian pengelolaan limbah B3 harus dilengkapi dengan salinan dokumen sebagai berikut:

  1. Bukti kompetensi personil
  2. Neraca limbah B3 (dilakukan selama periode penilaian Proper)
  3. Surat penyampaian laporan triwulan
  4. Perizinan pengelolaan limbah B3 baik itu mulai dari penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, serta penimbunan
  5. Foto yang berhubungan dengan persyaratan teknis
  6. Hasil uji laboratorium yang sangat diwajibkan, dengan penilaian antara lain:
  7. Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)
  8. Uji kuat tekan untuk pemanfaatan, misal untuk paving block
  9. Uji emisi incinerator
  10. Uji air lindi penimbunan atau bioremediasi
  11. Sumur pantau penimbunan

Selain itu yang harus dilakukan oleh industri dengan penghasil limbah B3 adalah harus memperhatikan beberapa hal ketika mereka melakukan open dumping atau dumping terbuka dan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3. Yaitu berupa foto limbah yang di dumping terbuka, harus menyampaikan rencana pembersihan lahan dan bagaimana pemulihannya, dalam hal ini termasuk kedalam volume dan jumlah limbah B3 yang sudah dikelola maupun belum dikelola. Selain itu harus menyampaikan perkembangan pembersihan lahan dan pemulihan lahan terkontaminasi, menyampaikan hasil Analisa sumur pantau, kualitas tanah sekitar bekas open dumping, harus menyerahkan bukti pengelolaan lanjut, kemudian jika limbah B3 hasil pengangkutan dikirim ke pihak ketiga bisa menyampaikan dokumen manifes lembar 2, lembar 3, dan lembar 7. Dan yang terakhir menyampaikan dokumen Surat Status Pemulihan Lahan Terkontaminasi (SSPLT).

Salinan dokumen yang harus dilengkapi dari beberapa data penting yang sudah tercantum dalam Permen LHK No 1 tahun 2021 dalam pengelolaan limbah B3 adalah antara lain:

  1. Pendataan B3 yang mencakup rekanan data perusahaan eksportir dan importir B3 (jumlah dan jenis B3, serta penempatan dan pengemasan B3)
  2. Pengangkutan B3 termasuk didalamnya izin pengangkutan dan rekomendasi pengangkutan B3 beserta persyaratan teknisnya oleh pihak ketiga
  3. Tata kelola penyimpanan B3 yang mencakup persyaratan teknis penyimpanan B3

Artikel ini diedit oleh Aghnia Putri Anshari yang memiliki pengalaman dalam PROPER

Bagaimana Cara Menentukan Massa Patikulat yang Terkumpul pada Dust Collector Cyclone?

Bagaimana Cara Menentukan Massa Patikulat yang Terkumpul pada Dust Collector Cyclone?

Proses desain alat pengendali emisi penting dilakukan untuk mengurangi pencemaran udara yang kini semakin memburuk. Salah satu parameter pencemar yang umum menjadi masalah adalah Particulate Matter (PM). Perlu diketahui bahwa salah satu alat yang dapat me-remove parameter ini dengan efisiensi yang besar salah satunya dengan unit cyclone. Pembahasan mengenai PM dan bagaimana men-desain alat cyclone akan dilakukan pada artikel selanjutnya. Pada artikel ini akan membahas bagaimana menentukan jumlah mass load yang akan didapatkan pada dust collector cyclone.

Cyclone sendiri merupakan alat “precleaner”. Alat ini sangat cocok untuk removal PM dengan ukuran lebih besar dari 10 mikrometer (µm). Selain itu, alat ini akan cenderung beroperasi maksimal dalam keadaan pengoperasian dengan volume udara dan kelembaban tinggi. Prinsip kerja cyclone adalah dengan menggunakan gaya centifugal dan pemisah inersia, sehingga partikel akan cenderung bergerak ke bawah searah dengan gravitasi bumi menuju dust collector. Kebutuhan bag untuk dust collector akan mencegah pattikulat kembali ke udara. Penentuan jumlah bag adalah dengan perhitungan mass load.

Menentukan mass load ini diperlukan pengetahuan tentang adanya kesetimbangan massa dan energi yang dapat di tentukan dengan persamaan berikut.

Accumulation = input – output + net generation

Pada keadaan “steady state” persamaan kesetimbangan massa dan energi didapatkan sebagai berikut.

0 = input – output + net generation

Untuk mendetilkan bagaimana cara menentukan jumlah mass load yang akan didapatkan pada dust collector cyclone saya beri contoh berikut untuk mudah dalam memahaminya.

Contoh:

Sebuah pabrik fiberglass memiliki 3 tempat penyimpanan di mana gas buang yang dihasilkan akan di alirkan menuju 1 cyclone yang sama. Cyclone ini memiliki efisiensi penyisihan 97% massa partikel gas buang. Tentukan jumlah partikulat yang akan ditampung dust collector cyclone. (suhu standar 77 F, 14,7 Psi)

Diketahui:

Sketsa alur pada proses ini menuju cyclone beserta keadaan pada ketiga gas buang yang dihasilkan terlebih dahulu.

Jawaban:

Asumsi waktu operasi (top) = 1 jam (60 s)

Air balance:

mA + mB + mC = mD

ρA QA top + ρB QB top + ρC QC top = mD

ρA QA top + ρB QB top+ ρC QC top = mD

ρA QA + ρB QB + ρC QC = mD

Solid balance:

CA QA + CB QB + CC QC = mD

Samakan semua parameter ke dalam satuan standar atau satuan normal

Perlu diketahui jika Q dalam satuan standar, maka

ρA = ρB = ρC

maka Air balance menjadi:

QA + QB + QC = QD

1328,4 scfm + 2114,9 scfm + 1630,8 scfm= 5074,1 scfm

Asumsi tidak ada udara keluar dari dasar cyclone (titik D), maka:

QD = QE

Maka jumlah partikulat yang akan ditampung dust collector cyclone dalam rentang waktu operasi (top) adalah sebagai berikut:

  • Solid flowrate menuju cyclone

CA QA + CB QB + CC QC = mD

10 gr/scf x 1328,4 scfm + 15 gr/scf x 2114,9 scfm + 15 gr/scf x 1630,8 scfm = mD

mD = 69469,5 gr/scf

  • solid yang terkumpul pada dust collector cyclone (mF)

efisiensi cyclone = 97%

mF = 97% x mD

mF = 97% x 69469,5 gr/scf

mF = 67385,415 gr/scf

Demikian Menentukan mass load yang akan terkumpul dalam dust collector cyclone. Penentuan ini juga akan menentukan estimasi dari konsentrasi gas outlet pada cyclone, sehingga dapat menentukan pengelolaan emisi yang perlu dilakukan.

Artikel ditulis oleh Isrinannisa Yane Aulia yang memiliki pengalaman di bidang pertek emisi dan kajian dispersi

Pengendalian Pencemaran Udara (PPU) PROPER

Pengendalian Pencemaran Udara (PPU) PROPER

Pengendalian Pencemaran Udara merupakan Tindakan yang ditujukan untuk mencegah dan/atau mengendalikan polusi udara serta memulihkan kualitasnya. Dimana dalam hal ini sangat berkaitan dengan emisi, yaitu zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. Kemudian tetap mengacu pada Permen LHK No. 1 tahun 2021 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk penilaian ketaatan di Pengendalian Pencemaran Udara meliputi aspek:

  1. Kebenaran atas pemenuhan ketentuan dalam Persetujuan Lingkungan
  2. Kebenaran atas pemenuhan ketentuan dalam baku mutu emisi
  3. Pemantauan sumber dan parameter emisi
  4. Pemantauan kebisingan
  5. Pemantauan kebauan
  6. Pemantauan kualitas udara ambien
  7. Kebenaran atas kompetensi Pengendalian Pencemaran Udara
  8. Ketentuan teknis yang dipersyaratkan

Hal yang wajib dilakukan setiap industri untuk pemantauan sumber emisi dan/atau titik penaatan yang wajib dipantau mengacu pada Persetujuan Lingkungan atau dalam kata lain adalah pemanfaatan, pengolahan, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adapun sumber emisi yang wajib dipantau dari pengendalian pencemaran udara antara lain adalah:

  • Sumber emisi kegiatan proses dan utilitas
  • Titik penaatan kualitas udara ambien
  • Titik penaatan kualitas kebisingan
  • Titik penaatan kualitas kebauan

Dalam industri, terutama industri manufaktur, prasarana, jasa dan agro industri emisi yang wajib dipantau adalah berasal dari sumber emisi yang berasal dari proses kimia dan yang tidak wajib dipantau adalah cerobong yang mengeluarkan uap air.  Untuk yang terbaru ini terdapat peraturan yang mengharuskan industri memiliki dokumen PERTEK Emisi bagi industri atau kegiatan usaha yang memiliki cerobong. Ketentuan teknis cerobong yang dimiliki adalah sebagai berikut:

  • Lubang sampling diharuskan sesuai (2D 8D)
  • Terdapat pagar pembatas
  • Terdapat platform untuk pengambilan sampling
  • Terdapat nama, kode, dan koordinat yang terpasang pada masing-masing cerobong
  • Terdapat tangga dan pengaman
  • Terdapat sumber listrik

Industri juga diharuskan memiliki sertifikat kompetensi, yaitu sertifikat POPU atau sertifikasi kompetensi penanggung jawab operasional instalasi pengendalian pencemaran udara yang biasanya bisa berasal dari BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi), sedangkan untuk penanggung jawabnya harus memiliki sertifikat PPPU atau sertifikasi penanggung jawab pengendalian pencemaran udara. Selain itu diharuskan pula untuk memiliki sertifikasi yang ditujukan untuk manajer energi. Kemudian barulah terdapat tim pengolahan pencemaran udara. Dalam penjelasan diatas bis dibuat seperti bagan organisasi.

Untuk penilaian PPU, industri pun diharuskan memiliki kontrak kerjasama dengan lab yang telah terakreditasi. Pengujian emisi ini dilakukan selama 6 bulan sekali. Pertimbangan dalam memiliki laboratorium adalah untuk memudahkan, industri dapat mencari laboratorium yang dapat mengukur dua parameter air dan udara. Namun, apabila dalam pengukuran dua parameter ini di dua lab yang berbeda dalam SIMPEL akan memasukkan data lab sebanyak dua kali.

Artikel ini diedit oleh Aghnia Putri Anshari yang memiliki pengalaman dalam PROPER

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR (PPA) PROPER

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR (PPA) PROPER

Telah dijelaskan dalam PERMEN LHK No 1 tahun 2021 tentang   Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, penilaian didalam PROPER sendiri meliputi beberapa aspek termasuk didalamnya adalah Pengendalian Pencemaran Air. Pengertian dari Pengendalian Pencemaran Air sendiri merupakan upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air. Aspek penilaian ketaatan di bidang Pengendalian Pencemaran Air adalah sebagai berikut:

1.       Laporan pemenuhan ketentuan dalam Persetujuan Lingkungan

2.       Dokumen kepemilikan dan keberlakuan izin pengelolaan air limbah

3.       Laporan pemenuhan ketentuan dalam izin pengelolaan air limbah

4.       Dokumen yang menerangkan kompetensi personil Pengendalian Pencemaran Air

5.       Dokumen ketentuan teknis yang dipersyaratkan

Hal yang perlu diperhatikan dalam Pengelolan Pencemaran Air juga tidak hanya yang telah disebutkan diatas, dalam pelaksanaannya penilaian ketaatan juga mencakup penilaian di bidang pemeliharaan sumber airnya, yaitu:

1.       Laporan pemenuhan ketentuan dalam Persetujuan Lingkungan

2.       Laporan pemenuhan ketentuan dalam izin pengambilan air permukaan/air tanah

3.       Dokumen yang menerangkan kepemilikan peta zona pemanfaatan

4.       Dokumen kajian daerah pemanfaatan

5.       Dokumen yang menerangkan kepemilikan sumur pantau

6.       Laporan pelaksanaan program konservasi air

7.       Laporan pemantauan dan pelaporan

8.       Laporan pengukuran muka air dan debit

9.       Laporan mengenai kesesuaian Pemeliharaan Sumber Air dengan prosedur operasi standar perawatan sumber air

Sedangkan untuk dokumen yang harus dilengkapi setiap perusahaan, adalah sebagai berikut:

1.       Izin pembuangan Air Limbah atau izin pemanfaatan Air Limbah atau aplikasi lahan atau izin injeksi

2.       Lokasi dan titik koordinat pemantauan Air Limbah dan badan air

3.       Sertifikat hasil uji Air Limbah dan badan air

4.       Bukti pelaporan ke instansi terkait

5.       Bukti pelaporan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui SIMPEL

6.       Catatan (logbook) pemantauan parameter harian selama periode penilaian berlangsung

7.       Data produksi bulanan

8.       Bukti ketentuan teknis yang dipersyaratkan dalam izin

9.       Bukti pelaporan dalam kondisi yang tidak normal

10.   Bukti kompetensi personil Pengendalian Pencemaran Air

11.   Bukti telah melakukan integrasi pemantauan air secara terus menerus melalui Sistem Pemantauan Air Limbah Secara Kontinyu dalam Jaringan (Sparing)

Penilaian ini juga memiliki kewajiban pemantauan titik penataan dan titik pemantauan yang wajib dipantau mengacu kepada izin pembuangan air limbah ke badan air.laut.formasi secara injeksi/pemanfaatan air limbah ke tanah. Titik penaatan dan titik pemantauan yang wajib dipantau meliputi:

–          Titik penaatan air limbah proses

–          Titik penaatan air limbah utilitas

–          Titik penaatan air limbah domestik

–          Titik pemantauan kualitas badan air/laut/tanah/air tanah

Sedangkan untuk penggunaan sparing, meliputi:

–          Industri rayon

–          Industri pulp

–          Industri oleokimia dasar

–          Industri minyak sawit yang membuang air limbahnya ke badan air

–          Pengelolaan minyak dan gas bumi

–          Pertambangan emas dan tembaga

–          Pertambangan batu bara

–          Industri tekstil, dengan debit lebih besar atau sama dengan dari 1000 m3/hari

–          Pertambangan nikel

–          Dan Kawasan industri

Setelah penjelasan diatas, dilakukan evaluasi Pengendalian Pencemaran Air. Dan berdasarkan hasil evaluasi Pengendalian Pencemaran Air perusahaan dikatakan taat apabila telah memenuhi aspek struktur organisasi, pemenuhan ketentuan izin, titik penaatan dan titik pemantauan yang sesuai, serta dalam pemantauan parameter, pemenuhan baku mutu dan ketentuan teknis sesuai dengan peraturan perundang lingkungan yang berlaku.

Artikel ini diedit oleh Aghnia Putri Anshari yang memiliki pengalaman dalam PROPER

Konversi Satuan dalam Pengukuran Gas

Konversi Satuan dalam Pengukuran Gas

Bicara tentang emisi yang dikeluarkan oleh suatu stack atau cerobong, gas ini umumnya dianggap sebagai gas ideal (STP) karena pengukuran volumetrik gas buang tidak dapat akurat, sehingga dipersilahkan untuk menganggapnya keadaan STP. Namun, pada beberapa literatur keaadaan STP memiliki berbagai perbedaan kondisi temperatur dan tekanan. Oleh karena itu, biasanya digunakan satuan internasional dengan menyertakan pengukuran temperatur dan tekanan.

Keadaan STP ini juga mengasumsikan penyederhanaan persamaan Navier–Stokes (asumsi tidak terjadi perubahan massa), penyederhanaan persamaan Euler (asumsi tidak terjadi perubahan viskositas) serta dengan asumsi tidak terjadi kompresi gas (z = 1). Hal ini karena pada tekanan yang sama, tidak terjadi perubahan signifikan pada volume gas dan tekanan akibat temperatur yang berbeda. Dengan kata lain, asumsi ini menganggap emisi berada pada sistem tertutup. Pada konversi satuan gas dapat dibuat rumit maupun mudah, tergantung kebutuhan. Berikut adalah contoh konversi satuan secara sederhana pada pengukuran emisi untuk mempermudah analisis kualitas udara pada Baku Mutu Emisi maupun Baku Mutu Ambien yang berlaku.

Konversi ppm to mg/Nm3

Diketahui

Terdapat 200 ppm gas SO2 dalam keadaan STP (artinya terdapat 200 mol gas SO2 dalam 106 mol gas), berikut konversi dalam satuan mg/Nm3

Selain itu, dapat juga koversi satuan mg/Nm3 to ppm pada gas buang Diketahui Terdapat 2 mg/Nm3 gas O3, konversi ke dalam ppm adalah sebagai berikut.

Lalu bagaimana jika nilai pengukuran emisi maupun ambien dalam keadaan tertentu ke dalam satuan gas ideal? Konversi dapat dilakukan sebagai berikut.

Misal, terdapat 120 µg/m3 gas NO2 pada suhu 30ᵒC, lalu berapa hasil konversi ke dalam STP? Maka dengan menganggap tekanan pada pengukuran sebesar tekanan pada keadaan STP (101300 Pa) dengan temperatur 25ᵒC, digunakan persamaan sebagai berikut.

Demikian konversi satuan yang pada umumnya digunakan dalam pengukuran gas. Satuan ini akan banyak dijumpai pada peraturan yang berlaku terkait emisi dan ambien. Adapun pembahasan selanjutnya adalah mengenai persamaan gauss yang umum digunakan pada analisis dispersi gas.

Artikel ditulis oleh Isrinannisa Yane Aulia yang memiliki pengalaman di bidang pertek emisi dan kajian dispersi

Dokumen Lingkungan dalam Kegiatan PROPER

Dokumen Lingkungan dalam Kegiatan PROPER

Sistem Pelaporan Elektronik Perizinan Bidang Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/atau Kegiatan (SIMPEL) merupakan sistem aplikasi pelaporan online pengganti pelaporan cetak yang dikirim ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dengan menggunakan SIMPEL, perusahaan tidak perlu lagi mengirim laporan berbentuk hardcopy, dan cukup dengan lapor secara online disertai dengan file yang mendukung. Penjelasan mengenai pengisian dan pelaporan dokumen lingkungan untuk penilaian PROPER sudah tercantum dalam buku yang dibuat oleh Tim SIMPEL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Perusahaan yang memegang izin untuk mengisi form registrasi SIMPEL melalui alamat http://simpel.menlhk.go.id yang nantinya akan dikirim ke Administrator SIMPEL. Adapun yang harus diisi adalah:

  • PLB3 atau Pengelolaan Limbah B3

Kegiatan  yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, serta penimbunan limbah b3

  • PPU atau Pengelolaan Pencemaran Udara

Merupakan kegiatan yang meliputi pencegahan, penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara.

  • PPA atau Pengelolaan Pencemaran Air

Merupakan kegiatan pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air.

Disisi lain untuk pengisian ini dibutuhkan beberapa dokumen penunjang yang bisa dikatakan sebagai investasi. Alasannya adalah karena seluruh kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah untuk lingkungan, sehingga tentunya membutuhkan biaya untuk hal tersebut. Namun hal ini bisa dikatakan pula menjadi sebuah investasi. Terdapat beberapa dokumen lingkungan dan beberapa izin lingkungan yang harus dilengkapi oleh perusahaan yang tercantum dalam Pasal 1 Permen LHK No. 1 tahun 2021 mengenai Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang disebut sebagai AMDAL. Yaitu kajian mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta termuat dalam Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
  2. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL – UPL).

Merupakan rangkaian proses pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang memiliki standar yang digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan serta termuat dalam perizinan berusaha, maupun persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

  • Persetujuan Lingkungan

Merupakan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau merupakan pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

  • Dokumen Ringkasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan

Merupakan dokumen yang berisi deskripsi secara ringkas dan jelas tentang keunggulan lingkungan yang dilakukan oleh usaha dan/atau kegiatan untuk penilaian peringkat hijau dan emas.

  • Dokumen Hijau

Merupakan laporan yang berisi data dan bukti kinerja pengelolaan lingkungan hidup melebihi yang diwajibkan

Dari penjelasan beberapa dokumen yang tercantum dalam peraturan, dokumen yang jelas harus dicantumkan untuk prasyarat mengikuti penilaian PROPER adalah memiliki izin lingkungan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, dokumen UKL – UPL, kemudian dokumen perizinan yang terkait dengan air limbah, emisi, serta limbah B3. Tidak hanya itu, selain beberapa dokumen yang sudah disebutkan diatas, terdapat beberapa dokumen yang harus dilengkapi termasuk didalamnya adalah:

  • IPLC (Izin Pengelolaan Limbah Cair) atau sekarang adalah Persetujuan Teknis Air Limbah
  • Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3 (IPSB3) atau sekarang persetujuan teknis (Pertek PPS Limbah B3

Artikel ini diedit oleh Aghnia Putri Anshari yang memiliki pengalaman dalam PROPER

Apa Itu Satuan Normal Pada Gas?

Apa Itu Satuan Normal Pada Gas?

Seperti yang kita ketahui, gas merupakan salah satu wujud benda yang memiliki ciri partikel sangat renggang, hal ini lah yang menyebabkan partikel gas umumnya tidak berwarna jika dilihat dari mata manusia secara langsung. Adapun interaksi antar partikel gas akibat adanya medan listrik dan medan gravitasi dapat diabaikan. Partikel gas dalam udara terdiri dalam beberapa unsur dan senyawa diantaranya adalah gas O2, CO2, NO2, O3 dan lain sebagainya. Gas memiliki sifat makroskopis berupa tekanan, volum, suhu dan jumlah partikel (berupa mol dan lain sebagainya). Untuk mengukur parameter pada masing-masing gas digunakan alat ukur yang berbeda, hal ini juga dilakukan terhadap emisi yang dilepas ke dalam atmosfer. Satuan yang digunakan pada alat ukur umumnya menggunakan ppm dan μg/m³. Sedangkan di Indonesia, baku mutu mengenai udara ambien maupun emisi yang telah diatur dalam regulasi menggunakan satuan “normal” pada gas atau pada saat gas berada pada lingkungan “ideal” atau STP. Berikut beberapa satuan gas dalam baku mutu yang tercantum dalam regulasi di Indonesia.

No.ParameterSatuanBaku Mutu (mg/Nm3) (1)
1.Partikulatmg/Nm³350
2.Sulfur Dioksida (SO₂)mg/Nm³800
3.Nitrogen Dioksida (NO₂)mg/Nm³1000
4.Karbon Monoksida (CO)mg/Nm³
5.PM₁₀μg/m³
6.Partikulatmg/Nm³350
7.Opasitas%30%
Sumber:
1.             Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Begerak Lampiran V B

Persamaan gas dalam keadaan STP digunakan untuk mendeskripsikan molekul gas secara kasar karena sampai saat ini belum ada persamaan tertentu yang mampu mendeskripsikan secara akurat molekul gas pada semua kondisi di lingkungan. Persamaan ini memprediksikan lebih akurat suatu keadaan gas dalam rentang suhu dan tekanan tertentu. Model ini menyederhanakan beberapa parameter dari persamaan gas pada kondisi eksrim (menggunakan persamaan Navier–Stokes dan persamaan Euler) dengan mengukur gas dalam kondisi ideal untuk memudahkan analisis pada termodinamika gas. Salah satunya dengan menyederhanakan faktor kompresi sebesar 1 (satu). Satuan normal juga digunakan untuk membandingkan setiap data percobaan yang berbeda-beda. Standar yang umum digunakan dalam pengukuran gas yaitu berdasarkan IUPAC (pada temperatur 0ᵒC dengan tekanan absolut sebesar 100 kPa) dan standar berdasarkan NIST (20ᵒC dengan tekanan absolut sebesar 101,325 kPa), untuk itu dalam melakukan pengukuran sebaiknya dicantumkan tekanan absolut dan suhu yang digunakan agar tidak terjadi kekeliruan dan kerancuan akbat acuan standar pada perhitungan. Berikut adalah persamaan gas ideal .

P V = n R T

Di mana:

P          = tekanan

V          = volume

n          = jumlah gas (mol)

R          = tetapan gas (8,314 J/mol.K)

T          = suhu (K)

Pada gas, pengukuran dalam kondisi “Normal” memang diperlukan karena volume gas akan secara drastis berubah seiring perubahan suhu dan tekanan lingkungan. Pengukuran normal ini dikhususkan untuk fasa benda gas, karena fasa liquid berupa zat cair tidak mengalami perubahan volume drastis seperti fasa gas. Pada suhu 0ᵒC misalna, fasa cair akan membeku sehingga tidak dapat dilakukan pengukuran dalam satua normal. Demikian definisi satuan normal dan konversi berbagai satuan gas ke dalam satuan normal (STP) yang lebih sering digunakan dalam peraturan atau regulasi di Indonesia. Selain dalam satuan normal pada konsentrasi gas, terdapat satuan lainnya seperti ppm (part per million), ppb (part per billion), μg/m³, mg/Nm³ dan lain sebagainya. Adapun cara melakukan konversi satuan gas ke dalam satuan normal dari berbagai macam satuan yang ada dapat di baca pada artikel dengan judul “Konversi Satuan dalam Pengukuran Gas”.

Artikel ditulis oleh Isrinannisa Yane Aulia yang memiliki pengalaman di bidang pertek emisi dan kajian dispersi emisi

Melihat lingkungan dari sebuah lensa, menyadarkan diri pentingnya menjaga lingkungan untuk anak cucu kita

Hubungi Kami

Kantor Operasional:

Jakarta:

Office 8 – Senopati
Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Surabaya:

Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

Jam Kerja: 08.00 – 16.00 WIB (Senin sd Jumat)

Email : lensa@lensalingkungan.com

Temukan Kami

Chat Kami
Butuh info lebih? Kontak kami
Halo 👋
kami adalah konsultan lingkungan, apakah ada yang bisa dibantu?