Permohonan Persetujuan Teknis dalam Penapisan Mandiri Menurut Peraturan Lingkungan Hidup

Permohonan Persetujuan Teknis dalam Penapisan Mandiri Menurut Peraturan Lingkungan Hidup

Dalam upaya menghadapi tantangan lingkungan dan menjaga keberlanjutan ekosistem, pemerintah Indonesia terus mengembangkan regulasi yang ketat terkait dengan lingkungan hidup. Salah satu regulasi yang perlu diperhatikan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 5 Tahun 2021. Artikel ini akan mengulas sedikit mengenai Pasal 30, Lampiran X dari peraturan tersebut, terutama terkait dengan proses penentuan kelengkapan permohonan Persetujuan Teknis dalam konteks Penapisan Mandiri.

 

Penapisan Mandiri

Penapisan Mandiri merupakan langkah yang diambil oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk menentukan kelengkapan permohonan Persetujuan Teknis berupa Kajian Teknis atau Standar Teknis. Dalam hal hasil Penapisan Secara Mandiri menunjukkan rencana usaha dan/atau kegiatan wajib dilengkapi dengan kajian teknis, penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan mulai menyusun kajian teknis, atau  wajib memenuhi Standar Teknis yang ditetapkan oleh Pemerintah, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan menyusun dokumen pemenuhan standar teknis.

 

Lokasi Kegiatan dan Wilayah Perlindungan Mutu Udara

Pertanyaan pertama yang perlu dijawab dalam penapisan mandiri ini adalah apakah lokasi kegiatan berada di dalam Wilayah Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara (WPPMU) Kelas I. WPPMU sendiri merupakan wilayah yang dibagi dan ditetapkan oleh pemerintah untuk perencanaan perlindungan dan pengelolaan mutu udara.

Hingga saat ini, belum ada WPPMU yang ditetapkan di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten. Oleh karena itu, jika WPPMU belum ditetapkan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat menggunakan peruntukan wilayah pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) atau Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang berlaku. Sebagai contoh, jika peruntukkannya adalah wilayah industri, dapat dianggap analog dengan WPPMU Kelas III. Sebaliknya, jika berada di Kawasan Lindung, dapat dianggap analog dengan WPPMU Kelas I.

 

Pertanyaan Kedua: Dampak Emisi Tinggi

Pertanyaan kedua dalam penapisan mandiri ini menyoroti apakah kegiatan tersebut masuk dalam daftar usaha dan/atau kegiatan dengan dampak emisi tinggi. Untuk menjawab pertanyaan ini, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan perlu melakukan pengecekan pada Lampiran X Permen LHK 5/2021 dengan merujuk pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha dan Kegiatan Ekonomi (KBLI) Usaha.

Jika kegiatan tersebut terdapat dalam tabel yang disediakan, menunjukkan dampak emisi tinggi, penanggung jawab dapat langsung menyusun Persetujuan Teknis (Pertek). Namun, ada beberapa kegiatan, seperti pertambangan batuan, yang memiliki kebijakan khusus. Jika tidak terdapat kegiatan yang memerlukan alat pengendali emisi, kegiatan tersebut dianggap sebagai emisi fugitif. Dalam konteks ini, tidak ada kewajiban untuk menyusun Pertek Emisi. Namun, ketika ada kegiatan yang memerlukan pengendali emisi, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan diwajibkan untuk menyusun Pertek Emisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

Proses penentuan kelengkapan permohonan Persetujuan Teknis dalam Penapisan Mandiri adalah langkah penting untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan hidup. Dengan memahami ketentuan Pasal 30 dan Lampiran X Permen LHK 5/2021, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat melaksanakan penapisan mandiri dengan tepat dan akurat. Hal ini tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan, tetapi juga menciptakan lingkungan bisnis yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

 

Pengukuran Site Level Methane Menggunakan Metode Sniffing

Pengukuran Site Level Methane Menggunakan Metode Sniffing

Pengukuran metana di tingkat situs (site-level) sangat penting dalam upaya mengidentifikasi dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Metode sniffing adalah cara yang efektif untuk mendeteksi kebocoran metana pada site. Dengan menggunakan alat yang sensitif, methana dapat terdeteksi dengan akurat di berbagai titik. Hal ini memungkinkan operator untuk segera mengambil tindakan perbaikan untuk mengurangi risiko kebakaran, ledakan, dan dampak lingkungan negatif. Pengukuran metana dengan metode sniffing juga membantu memastikan keamanan di situs, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman bagi para pekerja.

Dasar Metode Pengukuran Methana

Prinsip Operasi

Metode sniffing adalah teknik pengukuran yang digunakan untuk mendeteksi emisi metana di area tambang atau situs lainnya. Prinsip operasinya melibatkan penggunaan seorang inspektur yang dilatih untuk mengidentifikasi bau gas metana yang dikeluarkan dari tanah atau area tertentu. Inspektur tersebut akan menggunakan indra penciumannya untuk mendeteksi keberadaan gas metana, yang kemudian dapat dikonfirmasi dengan menggunakan peralatan deteksi gas yang sesuai.

Alat dan Teknologi

Metode ini memerlukan penggunaan alat deteksi gas yang sensitif dan akurat untuk mengidentifikasi keberadaan methana dalam jumlah kecil. Beberapa teknologi yang umum digunakan termasuk penggunaan sensor gas portabel yang dapat mendeteksi konsentrasi metana dalam udara. Penggunaan teknologi yang tepat dan peralatan yang handal sangat penting untuk memastikan keamanan staf yang terlibat dalam pengukuran gas metana.

Aplikasi Pengukuran pada Site-Level

Persiapan dan Penyebaran

Untuk melakukan pengukuran metana di tingkat situs, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan peralatan yang diperlukan dan mendeploy mereka di lokasi yang akan diukur. Proses setup harus dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan akurasi dan keandalan pengukuran.

Pengumpulan Data dan Analisis

Setelah peralatan terpasang, pengumpulan data dapat dimulai. Metode sniffing digunakan untuk mendeteksi tingkat metana di sekitar area tertentu. Data yang terkumpul kemudian akan dianalisis untuk mengevaluasi kemungkinan risiko kebocoran gas dan mengidentifikasi sumber metana.

Analisis data yang tepat dapat membantu mengidentifikasi potensi bahaya kebocoran gas metana yang dapat menyebabkan kebakaran atau ledakan di lokasi. Selain itu, dengan analisis yang akurat, petugas dapat segera mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mengurangi risiko potensial yang ditimbulkan oleh gas metana. Dengan demikian, proses pengumpulan data dan analisis sangat penting dalam menjaga keselamatan dan keamanan di situs.

Menangani Tantangan dan Keterbatasan

Pengaruh Lingkungan

Faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan kecepatan angin dapat memengaruhi hasil pengukuran metana di tingkat situs. Perubahan yang cepat dalam kondisi lingkungan dapat menyulitkan dalam mendapatkan data yang akurat dan konsisten.

Peningkatan Metodologi

Peningkatan metodologi dalam metode pengukuran menggunakan metode penyusupan sangat penting untuk meminimalkan kesalahan dan meningkatkan keandalan data. Dengan penggunaan peralatan yang lebih canggih dan tiap langkah prosedur yang ditingkatkan, pengukuran metana di tingkat situs dapat menjadi lebih efisien dan akurat.

Kelebihan Metode Sniffing

Dibandingkan dengan metode lain, metode sniffing menawarkan kelebihan dalam mendeteksi kebocoran dengan akurasi tinggi dan dapat dilakukan di berbagai kondisi lingkungan tanpa peralatan yang rumit.

Integrasi dengan Teknik Pengukuran Lainnya

Metode sniffing dapat diintegrasikan dengan metode dronea dan engineering calculation (faktor emisi) untuk memperoleh hasil yang lebih lengkap dan detail. Integrasi ini memungkinkan untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat tentang sumber emisi metana dan mengidentifikasi potensi bahaya dengan lebih efisien.

Implementasi dan Standardisasi

Menyusun SOP

Langkah pertama dalam mengukur metana di situs adalah dengan membuat SOP atau protokol yang jelas dan terstruktur. Protokol ini mencakup langkah-langkah yang harus diikuti dalam melakukan pengukuran metana menggunakan metode sniffing. Dengan memiliki protokol yang baik, akan memastikan konsistensi dan akurasi dalam pengumpulan data.

Quality Assurance dan Quality Control

Memastikan jaminan dan kontrol kualitas yang ketat sangat penting dalam pengukuran metana di tingkat situs. Ini termasuk kalibrasi peralatan secara teratur, pelatihan petugas yang melakukan pengukuran, dan penggunaan kontrol berkala untuk memastikan keakuratan hasil. Tanpa jaminan dan kontrol kualitas yang baik, data yang diperoleh dapat menjadi tidak akurat dan menimbulkan risiko kesalahan dalam mengidentifikasi sumber metana.

Studi Kasus dan Aplikasi

Di dalam dunia industri dan lingkungan, metode pengukuran gas metana di tingkat situs dengan menggunakan metode penciuman adalah salah satu teknik yang sangat efektif dan dapat diandalkan. Berikut adalah beberapa studi kasus yang merepresentasikan keberhasilan penggunaan metode niffing untuk mengukur tingkat metana di area tertentu:

  • Studi Kasus 1: Pabrik Pengolahan Limbah Cair di Jakarta
  • Data: Tingkat metana di sekitar area pabrik mencapai 50 ppm.
  • Studi Kasus 2: Pertambangan Batubara di Kalimantan
  • Data: Penggunaan metode penciuman berhasil mendeteksi kebocoran metana dengan tingkat konsentrasi mencapai 100 ppm.
  • Studi Kasus 3: Pabrik Pengolahan Minyak dan Gas di Sumatra
  • Data: Ditemukan titik sumber metana yang berpotensi dapat menyebabkan ledakan jika tidak segera ditangani. Tingkat metana mencapai 150 ppm.

Dari beberapa studi kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa metode sniffing sangat bermanfaat dalam mengidentifikasi dan mengukur tingkat metana di lingkungan industri. Dengan deteksi dini, potensi bahaya akibat gas metana dapat dihindari dan langkah-langkah pencegahan yang tepat dapat segera dilakukan.

Pengukuran Metana Tingkat Situs Menggunakan Metode Sniffing

Pengukuran metana tingkat situs menggunakan metode sniffing adalah teknik penting untuk mendeteksi kebocoran gas metana di lokasi tertentu. Dengan menggunakan metode ini, petugas dapat dengan cepat dan akurat mengidentifikasi sumber emisi metana, memungkinkan tindakan korektif yang tepat dapat segera diambil. Dengan mengukur tingkat metana di situs, dapat mengurangi risiko kebakaran, melestarikan lingkungan, dan meningkatkan keselamatan pekerja di area yang rentan terhadap kebocoran gas. Metode sniffing ini perlu diimplementasikan secara rutin untuk memastikan lingkungan kerja yang aman dan mengurangi dampak negatif yang disebabkan oleh gas metana pada lingkungan sekitar.

Pertanyaan Umum

T: Apa metode pengukuran gas metana di lokasi menggunakan metode sniffing?

J: Metode penciuman adalah metode yang digunakan untuk mengukur kadar gas metana di lokasi dengan cara mendeteksi bau gas secara langsung.

T: Bagaimana proses pengukuran gas metana di lokasi dengan metode penciuman dilakukan?

J: Proses pengukuran gas metana di lokasi menggunakan metode penciuman melibatkan petugas yang dilatih secara khusus untuk mendeteksi bau gas metana secara langsung dengan menggunakan alat bantu seperti detektor gas.

Apakah perusahaan ingin mengukur site-level CH4 terkait pemenuhan OGMP 2.0 framework? Kami siap membantu.

Bagaimana PROPER dapat mendukung Inovasi Berkelanjutan

Bagaimana PROPER dapat mendukung Inovasi Berkelanjutan

Sertifikasi PROPER adalah instrumen penting yang mendorong perusahaan untuk lebih berinovasi dalam pengelolaan lingkungan. Dengan adanya sertifikasi ini, perusahaan di sektor hijau dipacu untuk mematuhi standar lingkungan yang ketat, menjadikan inovasi sebagai kunci untuk mencapai tujuan tersebut. Sertifikasi PROPER memberikan pengakuan atas upaya perusahaan dalam meminimalkan dampak lingkungan negatif, sehingga mendorong terciptanya praktik bisnis yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dengan adanya tekanan dari sertifikasi PROPER, perusahaan di sektor hijau terdorong untuk terus berinovasi guna memenuhi persyaratan tersebut, yang pada akhirnya akan membawa dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat luas.

Pengenalan Mengenai Sertifikasi PROPER

Kriteria untuk Memperoleh Sertifikasi PROPER

Untuk mendapatkan sertifikasi PROPER, perusahaan harus memenuhi sejumlah kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria tersebut mencakup kinerja lingkungan, ketaatan terhadap peraturan, pengelolaan limbah, dan upaya pelestarian lingkungan. Perusahaan juga harus melaporkan data-data lingkungan secara transparan dan akurat.

Tingkatan Sertifikasi PROPER

PROPER memiliki tiga tingkatan sertifikasi utama, yaitu Hijau, Biru, dan Ungu. Tingkatan Hijau menandakan kinerja lingkungan perusahaan yang sangat baik, sedangkan tingkatan Biru menunjukkan kinerja yang memenuhi persyaratan minimum. Sementara tingkatan Ungu menandakan kinerja yang perlu perbaikan dan monitoring lebih lanjut.

Dengan adanya tingkatan sertifikasi PROPER, perusahaan dapat mendorong inovasi dalam pengelolaan lingkungan. Tingkatan Hijau merupakan target yang harus dicapai oleh setiap perusahaan untuk memastikan dampak lingkungan yang minimal dan berkelanjutan. Sementara itu, tingkatan Ungu menunjukkan adanya risiko besar terhadap lingkungan dan perlu segera diperbaiki untuk mencegah dampak negatif yang lebih besar. PROPER memainkan peran penting dalam mendorong perusahaan untuk terus berinovasi demi perlindungan lingkungan yang lebih baik.

Sertifikasi PROPER dan Inovasi di Sektor Hijau

Mendorong Praktik Berkelanjutan

Certifikasi PROPER dapat mendorong praktik berkelanjutan di sektor hijau dengan menetapkan standar yang harus dipatuhi oleh perusahaan. Melalui proses sertifikasi ini, perusahaan akan terdorong untuk meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam. Dengan demikian, inovasi dalam praktik bisnis yang ramah lingkungan dapat terus ditingkatkan.

Insentif untuk Upaya Inovatif

Dengan adanya insentif bagi upaya inovatif, perusahaan cenderung lebih termotivasi untuk mengembangkan solusi berkelanjutan. Certifikasi PROPER bisa menjadi pendorong bagi perusahaan untuk terus melakukan penelitian dan pengembangan dalam menghadapi tantangan lingkungan. Dukungan finansial dan pengakuan atas usaha-inovasi juga dapat mempercepat transformasi menuju keberlanjutan.

Perlu dicatat bahwa insentif untuk upaya inovatif sangat penting dalam mendorong perusahaan untuk terus melakukan eksperimen dan berinovasi dalam menciptakan solusi ramah lingkungan. Dengan adanya dukungan yang menjanjikan imbalan atas usaha inovatif, dapat membuka jalan bagi terciptanya solusi yang lebih efektif dan lestari dalam sektor hijau.

Tantangan dan Batasan

Masalah Kepatuhan dan Pemantauan

Dalam sektor hijau, salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah masalah kepatuhan terhadap standar PROPER dan pemantauan yang konsisten. Banyak perusahaan belum sepenuhnya memahami pentingnya kepatuhan terhadap regulasi lingkungan dan seringkali melanggar aturan yang telah ditetapkan. Selain itu, kurangnya sistem pemantauan yang efektif dapat menyebabkan pelanggaran yang tidak terdeteksi dan berdampak negatif pada lingkungan.

Hambatan Ekonomi dan Teknologi

Hambatan ekonomi dan teknologi juga menjadi faktor utama yang menghambat inovasi di sektor hijau. Banyak perusahaan menghadapi kendala dalam mengadopsi teknologi hijau karena biaya implementasinya yang tinggi dan kurangnya sumber daya yang memadai. Selain itu, terbatasnya akses terhadap teknologi hijau yang inovatif juga menjadi hambatan dalam memacu kemajuan sektor ini.

Perlu diingat bahwa kurangnya kepatuhan terhadap regulasi lingkungan berpotensi merusak lingkungan hidup kita; sementara keterbatasan dalam adopsi teknologi hijau dapat menghambat pertumbuhan sektor hijau secara keseluruhan.

Masa Depan Sertifikasi PROPER

Peningkatan dalam Proses Sertifikasi

Dalam upaya untuk mendorong inovasi di sektor hijau, PROPER terus melakukan peningkatan dalam proses sertifikasi. Penyempurnaan dalam proses evaluasi dan penilaian dilakukan untuk memastikan standar yang lebih tinggi terpenuhi. Hal ini akan membantu perusahaan untuk terus berinovasi dalam praktik berkelanjutan mereka.

Perluasan Lingkup Inovasi

Langkah berikutnya dalam menggerakkan inovasi di sektor hijau adalah dengan memperluas lingkup sertifikasi PROPER. Dengan melibatkan berbagai industri dan sektor, peluang untuk mengembangkan solusi inovatif dan berkelanjutan akan semakin terbuka luas. Penelitian dan pengembangan menjadi fokus utama dalam memperluas dampak dari sertifikasi PROPER.

Bagaimana Sertifikasi PROPER Mendorong Inovasi di Sektor Hijau?

Sertifikasi PROPER merupakan instrumen penting dalam mendorong inovasi di sektor hijau. Dengan adanya sertifikasi ini, perusahaan-perusahaan di sektor hijau diharapkan untuk terus meningkatkan kinerja lingkungan mereka guna memenuhi standar yang ditetapkan. Hal ini mendorong perusahaan untuk mencari solusi inovatif dan ramah lingkungan dalam proses produksi mereka. Dengan demikian, sertifikasi PROPER tidak hanya berdampak pada perlindungan lingkungan, tetapi juga memacu terciptanya inovasi baru yang mendukung pembangunan berkelanjutan di sektor hijau.

Pertanyaan Umum

T: Bagaimana Sertifikasi PROPER Mendorong Inovasi di Sektor Hijau?

J: Sertifikasi PROPER mendorong inovasi di sektor hijau dengan memberikan pengakuan kepada perusahaan atau organisasi yang berhasil mematuhi standar lingkungan yang ketat. Hal ini mendorong mereka untuk terus meningkatkan kinerja lingkungan dan menciptakan solusi inovatif untuk menangani tantangan lingkungan.

T: Apa Manfaat Utama Sertifikasi PROPER dalam Mendorong Inovasi di Sektor Hijau?

J: Manfaat utama dari sertifikasi PROPER adalah meningkatkan kesadaran perusahaan akan pentingnya praktik bisnis yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dengan adanya sertifikasi ini, perusahaan di sektor hijau didorong untuk terus berinovasi dalam mengelola sumber daya, mengurangi limbah, dan menciptakan produk atau layanan yang lebih ramah lingkungan.

T: Apa Peran Pemerintah dalam Mendukung Perusahaan untuk Mendapatkan Sertifikasi PROPER?

J: Pemerintah memiliki peran penting dalam mendukung perusahaan untuk mendapatkan sertifikasi PROPER dengan menyediakan regulasi yang jelas dan insentif bagi perusahaan yang mematuhi standar lingkungan. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan bimbingan dan pendampingan kepada perusahaan untuk memenuhi persyaratan sertifikasi PROPER guna mendorong inovasi di sektor hijau.

Apakah perusahaan Anda membutuhkan pendampingan untuk mencapai PROPER Biru maupun Hijau? Kami siap membantu, kontak kami untuk berdiskusi lebih lanjut.

Kenapa Perusahaan perlu menghitung Carbon Footprint Product (CFP)?

Kenapa Perusahaan perlu menghitung Carbon Footprint Product (CFP)?

Dalam era yang semakin sadar akan lingkungan, perusahaan perlu menghitung Carbon Footprint Product (CFP) untuk memahami dan mengurangi dampak gas rumah kaca yang dihasilkan dalam rantai pasok produk produk perusahaan. Dengan mengidentifikasi hotspot karbon dalam produksi barangnya, perusahaan dapat merencanakan solusi untuk mengurangi emisi dan memenuhi target-target pengurangan karbon global. Penghitungan CFP penting untuk menginformasikan upaya dekarbonisasi, memberikan keputusan pasar yang tepat kepada para pemangku kepentingan, dan memvalidasi klaim net zero untuk mencegah greenwashing. Secara keseluruhan, penghitungan CFP memberikan informasi kunci bagi perusahaan dalam transisi menuju ekonomi net zero.

Apa Itu Jejak Karbon Produk?

Memahami Konsep Jejak Karbon Produk

Jejak Karbon Produk (Product Carbon Footprint atau PCF) adalah perhitungan dari semua emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dalam rantai pasok sebuah produk tertentu. Biasanya diekspresikan sebagai intensitas karbon. Sebagai contoh, mobil di showroom mungkin memiliki intensitas karbonnya dihitung sebagai 40 ton karbon dioksida setara per kendaraan. Jejak karbon produk juga dikenal sebagai ‘product life cycle accounting’, ‘product life cycle assessment (LCA)’ atau ‘product life cycle emissions inventories’.

Evaluasi Siklus Hidup dalam Analisis CFP

Pengukuran jejak karbon produk (PCF) melibatkan emisi gas rumah kaca terkait dengan produksi produk, mulai dari ekstraksi bahan baku hingga akhir masa pakai. Ada dua jenis PCF yang umum, yaitu cradle-to-grave dan cradle-to-gate. PCF cradle-to-grave memperhitungkan semua emisi yang terkait dengan produksi produk dari awal hingga akhir, sementara PCF cradle-to-gate berakhir di pintu pabrik tanpa mencakup emisi downstream lainnya. Penting untuk memahami kedalaman analisis LCA dalam menghitung jejak karbon produk.

Apa yang Dimaksud dengan ‘Rantai Pasokan Produk’?

Rantai pasokan produk mencakup aktivitas hulu (misalnya, pertambangan, transportasi, dan pengolahan bahan yang digunakan dalam proses produksi perusahaan) dan aktivitas hilir (pengiriman kepada pelanggan, penggunaan, dan pembuangan barang). Namun, tidak semua perhitungan PCF mencakup emisi dari rantai pasokan hilir. Perhitungan semacam itu disebut inventaris siklus hidup parsial.

Menghitung Jejak Karbon Produk (JCP)

Proses Menghitung JCP

Jejak Karbon Produk (JCP) menghitung semua emisi gas rumah kaca yang dihasilkan di rantai pasok suatu produk. Langkah pertama adalah mendefinisikan pertanyaan yang ingin dijawab, kemudian menetapkan batas sistem yang mencakup penentuan jejak karbon produk dari ‘mulai’, apakah itu cradle-to-grave atau cradle-to-gate. Kemudian, kumpulkan data berkualitas tinggi tentang proses produksi dan faktor emisi, baru kemudian hitung emisi dengan menggunakan formula aktivitas dikalikan dengan faktor emisi, serta lakukan perhitungan tambahan sesuai dengan standar pelaporan GHG Protocol.

Metodologi dan Standar untuk Perhitungan JCP

Metodologi dan Standar untuk Perhitungan JCP penting untuk menentukan kualitas perhitungan JPC. Penggunaan data berkualitas tinggi, seperti data primer yang diketahui dan dikendalikan sendiri perusahaan, sangat penting untuk akurasi perhitungan. Jika data primer tidak cukup, penggunaan data default atau pemodelan adalah pilihan berikutnya. Penting untuk memilih metode perhitungan yang sesuai dengan tujuan penghitungan JCP, baik untuk regulasi maupun untuk memberikan informasi kepada pemangku kepentingan.

Strategi untuk Manajemen dan Kualitas Data

Data Collection Techniques

Dalam mengumpulkan data untuk menghitung Carbon Footprint Product (CFP), perusahaan dapat menggunakan berbagai teknik. Beberapa metode yang umum meliputi pengambilan data langsung dari proses produksi, penggunaan rata-rata emisi, serta penggunaan perangkat lunak khusus untuk mengisi celah data.

Menggunakan Teknologi untuk Analisis Data Lanjutan

Dalam era digital ini, teknologi memiliki peran penting dalam analisis data yang lebih mendalam. Perusahaan dapat memanfaatkan perangkat lunak khusus seperti CarbonChain untuk mengidentifikasi titik-titik panas karbon, meninjau aset dan pemasok, serta mencapai pengurangan emisi.

  1. Data Collection Techniques
    Teknik Pengambilan DataPengumpulan data langsung dari proses produksi, penggunaan rata-rata emisi, dan penggunaan perangkat lunak khusus.
  2. Menggunakan Teknologi untuk Analisis Data Lanjutan
    Peran TeknologiMemanfaatkan perangkat lunak atau platform seperti Actiacarbon untuk identifikasi titik-titik panas karbon dan pengurangan emisi.

Perbandingan Corporate dan Product Carbon Footprint

Membedakan Antara Corporate dan Product Carbon Footprints

Corporate Carbon Footprint mencakup seluruh emisi operasional dan nilai rantai perusahaan melintasi Scope 1, 2, dan 3. Di sisi lain, Product Carbon Footprint menghitung emisi yang dihasilkan dalam produksi produk tertentu, termasuk proses dan aktivitas yang perusahaan kendalikan secara langsung serta yang ada dalam rantai pasokan. Banyak emisi yang termasuk dalam Product Carbon Footprint juga termasuk dalam corporate carbon footprint (atau inventaris emisi GHG perusahaan).

Bagaimana Kedua Footprint Mempengaruhi Strategi dan Pelaporan Perusahaan

Product Carbon Footprint adalah metrik penting dalam transisi ke ekonomi net-zero, terutama di sektor dengan emisi tinggi dan sulit didekarbonisasi yang dapat memiliki variasi emisi besar tergantung pada proses produksi. Dengan Corporate Carbon Footprint, perusahaan dapat melacak dan menilai dampak keseluruhan aktivitas mereka terhadap lingkungan dan bersiap untuk menghadapi tantangan peraturan dan tuntutan sipil terkait dengan perubahan iklim. Data-data dari kedua footprint ini memberikan wawasan yang berharga untuk membuat keputusan strategis, menetapkan target pengurangan emisi, dan memperkuat transparansi dalam pelaporan perusahaan.

Pemanfaatan Jejak Karbon Produk

Melaporkan Emisi dengan PCF

Dalam penggunaan Jejak Karbon Produk (PCF), salah satu fungsi utama adalah memenuhi permintaan pelanggan. Produsen menggunakan PCF untuk memberikan Jejak Karbon Produk (PCF) yang bisa dipercaya kepada pelanggan saat pembelian atau pengiriman, yang diekspresikan dalam total emisi atau intensitas emisi.

Menerapkan PCF dalam Strategi Pemasaran dan Branding

Penerapan Jejak Karbon Produk (PCF) juga penting dalam strategi pemasaran dan branding perusahaan. Dengan menggunakan PCF, perusahaan bisa membedakan produk mereka dari pesaing dengan menyoroti keberlanjutan dan kepedulian lingkungan. Hal ini dapat meningkatkan citra perusahaan di mata konsumen yang semakin peduli terhadap emisi karbon.

Integrasi PCF dalam Pengembangan dan Desain Produk

Dengan mengintegrasikan Jejak Karbon Produk (PCF) dalam pengembangan dan desain produk, perusahaan dapat menciptakan produk yang lebih ramah lingkungan dan memiliki dampak karbon yang lebih rendah. Data PCF dapat membantu tim desain mengidentifikasi area-area produk yang dapat dioptimalkan untuk mengurangi jejak karbon produk secara signifikan.

Mengurangi Emisi dengan PCF

Mengidentifikasi Titik-titik Panas Emisi dalam Rantai Pasokan

Identifikasi titik-titik panas emisi dalam rantai pasokan dapat membantu perusahaan dalam mengidentifikasi area-area di mana mereka dapat memiliki dampak terbesar dalam pengurangan emisi. Sebuah peningkatan 1% di hotspot (misalnya, pengeboran atau pembakaran bahan bakar fosil) mungkin lebih bernilai daripada peningkatan 50% di area non-hotspot, seperti penyimpanan sementara produk di gudang.

Alat dan Teknik untuk Mendekarbonisasi Titik-titik Panas

Alat dan teknik untuk mendekarbonisasi hotspot mencakup perencanaan dan implementasi solusi untuk secara cepat mengurangi emisi, dengan memprioritaskan titik-titik panas emisi terbesar. Sebagai contoh, sebuah produsen produk aluminium dapat memperbaiki efisiensi energi di pabrik penggulungannya, namun tidak akan terlalu berdampak pada pengurangan emisi secara keseluruhan seperti mengatasi hotspot dalam kegiatan hulu mereka.

Contoh Kasus: Strategi Pengurangan yang Sukses

Contoh Kasus: Strategi Pengurangan yang Sukses dapat memberikan wawasan tentang bagaimana perusahaan lain berhasil mengurangi emisi mereka dengan pendekatan yang efektif. Mengetahui bagaimana strategi lain berhasil dapat membantu perusahaan mengevaluasi langkah-langkah yang dapat mereka ambil dalam perjalanan mereka menuju pengurangan emisi secara signifikan.

Kenapa Perusahaan Perlu Menghitung Carbon Footprint Product (CFP)?

Kerangka Regulasi Global dan Nasional

Dorongan dari kerangka regulasi global dan nasional menjadi faktor penting bagi perusahaan untuk menghitung Carbon Footprint Product (CFP). Dalam konteks global, regulasi seperti Protokol Gas Rumah Kaca (GHG Protocol) dapat membimbing perusahaan dalam mengukur emisi karbon secara tepat. Di tingkat nasional, regulasi yang semakin ketat terkait dengan emisi karbon juga mendorong perusahaan untuk melakukan analisis CFP dengan lebih serius.

Peran Harapan Pelanggan dalam Mendorong Analisis CFP

Harapan pelanggan juga memainkan peran penting dalam mendorong perusahaan untuk melakukan analisis CFP. Semakin banyak pelanggan yang mempertimbangkan emisi karbon dalam keputusan pembelian mereka, semakin penting bagi perusahaan untuk memiliki pemahaman yang kuat mengenai jejak karbon produk mereka. Hal ini memicu perusahaan untuk melakukan perhitungan CFP secara komprehensif untuk memenuhi ekspektasi pelanggan.

Insentif untuk Produk dengan Jejak Karbon Rendah

Terlepas dari regulasi yang diberlakukan, ada juga insentif ekonomis untuk produk dengan jejak karbon lebih rendah. Perusahaan yang mampu menyediakan produk dengan CFP yang rendah akan memiliki keunggulan kompetitif di pasar yang semakin peduli terhadap isu lingkungan. Selain itu, ada juga potensi untuk mendapatkan insentif pajak atau dukungan keuangan dari pemerintah atau lembaga keuangan untuk produk dengan jejak karbon yang lebih rendah.

Tantangan dan Peluang dalam Implementasi CFP

Mengatasi Hambatan dalam Perhitungan CFP yang Akurat

Perhitungan Carbon Footprint Product (CFP) dapat menghadapi berbagai hambatan, termasuk kurangnya data berkualitas tinggi mengenai aktivitas produksi dan emisi gas rumah kaca. Namun, dengan kesadaran yang mendalam akan pentingnya akurasi perhitungan, perusahaan dapat meningkatkan kualitas data yang dikumpulkan serta menggunakan data primer dan faktor emisi untuk menghasilkan CFP yang lebih tepat dan dapat dipercaya.

Keunggulan Bersaing dalam Mengikuti Analisis CFP

Mengambil langkah untuk terlibat dalam analisis Carbon Footprint Product (CFP) dapat memberikan keuntungan bersaing yang signifikan bagi perusahaan. Dengan memiliki CFP yang terverifikasi dan terperhitungkan dengan baik, perusahaan dapat membedakan produk mereka dalam pasar yang semakin peduli terhadap emisi karbon, serta mengikuti kebijakan dan regulasi yang lebih ketat terkait lingkungan.

Tren Masa Depan dan Perkembangan Teknologi dalam Pengelolaan CFP

Melihat ke depan, perkembangan teknologi dalam pengelolaan Carbon Footprint Product (CFP) terus berkembang. Dengan adopsi solusi teknologi seperti platform CarbonChain, perusahaan dapat dengan lebih efisien menghitung, melaporkan, dan mengelola CFP mereka. Hal ini akan memungkinkan perusahaan untuk tetap kompetitif di pasar yang semakin fokus pada keberlanjutan dan pengurangan emisi karbon.

Pertanyaan yang Sering Diajukan

Apa Contoh Carbon Footprint Product?

Carbon Footprint Product (CFP) adalah perhitungan dari semua emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dalam rantai pasok suatu produk spesifik. Misalnya, mobil di showroom dapat memiliki intensitas karbonnya diekspresikan sebagai 40 ton karbon dioksida setara (tCO2e) per kendaraan, sementara sejumlah aluminium mungkin memiliki intensitas karbonnya diekspresikan sebagai 18 tCO2e per ton aluminium.

Bagaimana Konsep CFP Diterjemahkan ke dalam Keuangan Perdagangan?

Carbon Footprint Product menjadi kunci dalam perdagangan finansial, di mana para penyedia finansial meminta perhitungan CFP untuk transaksi tertentu. Data CFP ini membantu pedagang komoditas dalam menghitung dan melaporkan CFP produk yang diperdagangkan serta dalam menetapkan target desarbonisasi dengan bank untuk memperoleh pinjaman berkelanjutan.

Dampak CFP terhadap Masyarakat dan Lingkungan

Mengevaluasi Dampak Global dari Pengurangan CFP

Penurunan Carbon Footprint Product (CFP) memiliki dampak yang signifikan pada lingkungan global. Dengan mengevaluasi dan mengurangi jejak karbon produk, perusahaan dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca. Hal ini tidak hanya mengurangi dampak negatif terhadap perubahan iklim, tetapi juga membantu menjaga keseimbangan ekosistem dan melindungi spesies-spesies yang terancam punah.

Peran CFP dalam Mencapai Tujuan Keberlanjutan

Carbon Footprint Product (CFP) memainkan peran penting dalam meraih tujuan keberlanjutan. Dengan menghitung dan mengelola jejak karbon produk, perusahaan dapat memantau dan meningkatkan kinerja lingkungan mereka. Hal ini akan membantu dalam pencapaian berbagai target keberlanjutan seperti mengurangi emisi, efisiensi sumber daya, dan penggunaan energi terbarukan.

CFP juga dapat digunakan untuk memberikan kepercayaan kepada pihak berkepentingan terkait komitmen perusahaan dalam mengurangi dampak lingkungan dan mendukung upaya global menuju ekonomi yang berkelanjutan.

Contoh Best Practice

Beberapa perusahaan telah menunjukkan inisiatif yang signifikan dalam menghitung Carbon Footprint Produk (CFP) mereka. Contoh dari perusahaan-perusahaan tersebut meliputi perusahaan otomotif yang mengukur jejak karbon dari setiap kendaraan yang dihasilkan atau perusahaan-logam yang menghitung emisi yang dihasilkan dalam setiap ton aluminium yang diproduksi. Dengan demikian, mereka membuka jalan bagi perusahaan lain untuk mengikuti jejak dalam melakukan pengukuran CFP dengan teliti.

Upaya Kolaboratif dan Aliansi Industri

Kolaborasi antara berbagai perusahaan dan aliansi industri dapat memberikan dampak positif yang signifikan dalam memperhitungkan Carbon Footprint Produk (CFP). Dengan saling berbagi data dan pengalaman, perusahaan dapat belajar satu sama lain tentang cara terbaik untuk menghitung dan mengurangi emisi karbon dalam rantai pasok produk. Aliansi yang kuat dan upaya kolaboratif dapat membantu industri secara keseluruhan menuju perubahan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Tingkatkan Reputasi dengan Analisis CFP

Membangun Rencana Aksi yang Dapat Dilaksanakan bagi Perusahaan

Perusahaan perlu mengembangkan rencana aksi yang dapat diimplementasikan berdasarkan hasil analisis Carbon Footprint Product (CFP). Dengan memahami hotspot karbon perusahaan dalam produksi barang-barang, perusahaan dapat menetapkan langkah-langkah konkret untuk mengurangi emisi karbon dan bergerak menuju target emisi net zero.

Memantau dan Memperbaiki CFP dari Waktu ke Waktu

Memantau dan meningkatkan CFP dari waktu ke waktu adalah langkah penting untuk perusahaan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Dengan melakukan pemantauan terus-menerus terhadap CFP produk, perusahaan dapat mengidentifikasi perubahan dalam emisi karbon dan mengambil tindakan yang tepat untuk memperbaikinya.

Proses pemantauan dan perbaikan CFP dari waktu ke waktu memungkinkan perusahaan untuk mengukur kemajuan mereka dalam mengurangi emisi karbon, menerapkan perubahan yang dibutuhkan, dan tetap mematuhi standar global dalam hal perlindungan lingkungan.

Kenapa Perusahaan Perlu Menghitung Jejak Karbon Produk (PCP)?

Perhitungan Jejak Karbon Produk (PCP) penting bagi perusahaan karena memberikan pemahaman yang mendalam tentang emisi gas rumah kaca yang dihasilkan selama rantai pasok produk tertentu. Dengan mengetahui titik panas karbon dalam produksi barang, perusahaan dapat melaporkan emisi produk kepada pelanggan, bank, atau regulator, serta mengidentifikasi cara untuk mengurangi emisi tersebut. Selain itu, PCP membantu perusahaan dalam memenuhi permintaan pelanggan yang semakin memilih produk dengan emisi karbon rendah dan memungkinkan perusahaan untuk menetapkan dan mencapai target pengurangan emisi sesuai dengan tujuan iklim global.

Sudah siap menyusun CFP? Lensa Lingkungan dapat membantu Anda, silakan kunjungi laman berikut untuk informasi lebih detail.

Menentukan Titik Pemantauan Emisi Cerobong Industri

Menentukan Titik Pemantauan Emisi Cerobong Industri

Pertanyaan yang sering muncul di dunia industri adalah bagaimana cara menentukan titik pemantauan emisi cerobong yang ideal. Proses ini menjadi krusial untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan dan menjaga kualitas udara. Artikel ini akan membahas langkah-langkah praktis serta aturan yang berlaku dalam menentukan titik pemantauan emisi cerobong industri.

 

Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai Panduan Utama

Dalam konteks pemantauan emisi cerobong industri, Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi panduan utama yang harus diperhatikan. SNI berperan sebagai peraturan teknis yang mengatur tentang pengukuran, penganalisis, dan pengaturan kadar suatu parameter, serta memberikan data pengukuran emisi secara tepat. Salah satu persyaratan umum yang diterapkan adalah adanya lantai kerja pada cerobong dengan lebar minimal satu meter. Hal ini penting untuk memberikan aksesibilitas dan keamanan saat melakukan pemantauan.

 

Konsep 2D dan 8D

Penempatan lubang sampling pada cerobong menjadi langkah selanjutnya yang harus diperhatikan. Konsep 2D dan 8D menjadi landasan prinsip untuk menentukan titik pemantauan. Dari bagian bawah cerobong, diukur jarak tanpa gangguan sampai tinggi 8D. Dari ujung atas, diukur jarak 2D. Area di antara 2D dan 8D dianggap sebagai zona aman untuk pengambilan sampel, dan titik ini bisa dianggap sebagai “Bank Sampling”.

 

Penilaian Titik Pemantauan

Idealnya, semua cerobong di sebuah industri seharusnya dipantau untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang emisi yang dihasilkan. Regulasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengharuskan pemantauan pada setiap cerobong, terutama di pabrik otomotif yang sering memiliki ratusan cerobong. Titik pemantauan dianggap sebagai penilaian, dan kebijakan pemantauan semua cerobong adalah hal yang diinginkan.

 

Diskusi dengan KLHK dan DLH

Langkah selanjutnya adalah melakukan diskusi dengan pihak berwenang, seperti KLHK dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), terutama jika kondisi lapangan tidak memenuhi syarat 2D 8D. Diskusi ini penting untuk menemukan solusi yang sesuai dengan kondisi spesifik industri. KLHK menegaskan bahwa semua cerobong seharusnya dipantau, namun solusi teknis perlu dibahas bersama DLH setempat.

 

Solusi Teknis Kondisi Tidak Memenuhi Syarat 2D 8D

Jika kondisi lapangan tidak memenuhi syarat 2D 8D, solusi teknis menjadi fokus berikutnya. Dalam beberapa kasus, cerobong mungkin perlu ditambah atau ditinggikan untuk memenuhi ketentuan tersebut. Solusi teknis seperti ini memerlukan diskusi dengan DLH setempat untuk menemukan solusi yang efektif dan sesuai dengan aturan.

 

Menentukan titik pemantauan emisi cerobong industri melibatkan pemahaman mendalam terhadap regulasi, seperti SNI dan aturan KLHK. Konsep 2D dan 8D menjadi landasan prinsip dalam menentukan zona aman pengambilan sampel, dan idealnya, semua cerobong harus dipantau. Diskusi dengan KLHK dan DLH menjadi langkah penting jika kondisi lapangan tidak memenuhi syarat aturan. Solusi teknis, seperti penambahan atau peninggian cerobong, perlu dibahas untuk menciptakan kebijakan pemantauan emisi yang efektif dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dengan langkah-langkah ini, industri dapat memastikan bahwa pemantauan emisi cerobong dilakukan secara optimal dan sesuai dengan standar lingkungan yang berlaku.

 

Teknik Sampling dalam Pemantauan Emisi

Teknik Sampling dalam Pemantauan Emisi

Dalam upaya menjaga kualitas udara dan mengelola emisi industri, pemantauan yang akurat dan representatif menjadi kunci. Salah satu aspek yang sering menjadi fokus perhatian adalah metode sampling yang digunakan. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang teknik sampling, dengan penekanan pada kriteria lubang sampling, penggunaan Continuous Emission Monitoring Systems (CEMS), dan standar yang berlaku dalam melakukan sampling.

Melakukan Sampling

Pertanyaan yang sering muncul dalam konteks pemantauan emisi adalah, “Bagaimana kita melakukan sampling?” Sampling yang tepat dengan langkah krusial dalam mendapatkan data yang akurat dan dapat diandalkan. Untuk itu, ada beberapa kriteria dan standar perlu diperhatikan untuk memastikan bahwa sampel yang diambil mencerminkan kondisi sebenarnya dari emisi industri.

Pertama-tama, perlu diperhatikan persiapan lapangan kerja yang mencakup lantai kerja, lubang sampling, dan pengait untuk menyimpan alat sampling. Kriteria 2D dan 8D digunakan sebagai pedoman dalam menentukan lokasi pengambilan sampel. Jika terdapat gangguan, seperti belokan pada cerobong, maka perhitungan dilakukan sebanyak 8 kali diameter (8D). Contoh, jika diameter cerobong 1 meter, maka jarak aman pengambilan sampel adalah 8 meter.

Jika cerobong memiliki bentuk persegi, rumus diameter ekuivalen digunakan untuk menentukan jarak aman. Dari ujung cerobong, diambil 2D untuk menghindari gangguan di atas cerobong, dan 8D untuk mengakomodasi gangguan di bawah cerobong. Dengan cara ini, area di antara dua titik tersebut dianggap sebagai area aman untuk pengambilan sampel.

Continuous Emission Monitoring Systems (CEMS)

Continuous Emission Monitoring Systems atau CEMS merupakan sistem pemantauan emisi yang bersifat permanen dan memiliki standar tersendiri untuk melakukan sampling. Prinsip isokinetik menjadi dasar dalam teknik sampling CEMS. CEMS melakukan sampling secara keseluruhan untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan akurat dan sesuai dengan standar yang berlaku.

Alat dari CEMS terpasang secara permanen pada cerobong, memastikan bahwa sampling dilakukan dengan konsistensi yang tinggi. Dalam pengaturan CEMS, pengambilan sampel terjadi di berbagai titik untuk mencakup seluruh area keluaran cerobong. Gambaran visual dapat dilihat pada diagram CEMS yang mencakup perangkat keras dan sistem pengambilan sampel.

Selain metode otomatis seperti CEMS, pemantauan emisi juga dapat dilakukan secara manual. Dalam hal ini, teknik sampling menjadi langkah yang harus diikuti dengan teliti. Lokasi pengambilan sampel harus dipilih dengan memperhatikan kriteria 2D dan 8D untuk memastikan representativitas sampel.

Standar yang Berlaku

Pentingnya sampling tidak hanya terletak pada tekniknya, tetapi juga pada kepatuhan terhadap standar yang berlaku. Standar ini mencakup prosedur-prosedur yang harus diikuti dalam melakukan sampling, penggunaan alat ukur yang sesuai, dan pemilihan lokasi pengambilan sampel yang representatif.

CEMS, sebagai metode pemantauan emisi yang canggih, memiliki standar tersendiri untuk menjamin akurasi dan konsistensi hasil pengukuran. Pemantauan manual juga harus mematuhi standar dan pedoman yang berlaku untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan dapat diandalkan dan sesuai dengan regulasi lingkungan.

Pemantauan emisi terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Salah satu perkembangan terbaru adalah pengembangan Continuous Emission Monitoring Systems (CEMS) Sensor. Meskipun belum menjadi standar, CEMS Sensor menjanjikan kemungkinan untuk memperluas kemampuan pemantauan emisi dengan penggunaan sensor yang lebih canggih.

Namun, tantangan yang dihadapi dalam mengadopsi teknologi ini melibatkan uji validitas dan keakuratan sensor, serta perluasan regulasi terkait penggunaan sensor dalam CEMS. Saat ini, teknologi sensor masih dalam tahap pengembangan, dan perlu penelitian lebih lanjut sebelum diimplementasikan sebagai standar.

Teknik sampling dalam pemantauan emisi menjadi unsur kunci dalam memastikan data yang dihasilkan mencerminkan kondisi sebenarnya dari sumber emisi. Mulai dari kriteria lubang sampling, penggunaan Continuous Emission Monitoring Systems (CEMS), hingga standar pemantauan dan sampling, semuanya menjadi faktor penting dalam menjaga kualitas hasil pengukuran.

Perkembangan teknologi, seperti CEMS Sensor, memberikan harapan untuk meningkatkan kemampuan pemantauan emisi di masa depan. Namun, seiring dengan itu, tantangan dan uji validitas teknologi baru juga perlu ditempuh. Dengan mengikuti standar dan pedoman yang berlaku, industri dapat berkontribusi pada pelestarian lingkungan dengan pengelolaan emisi yang akurat dan berkelanjutan.

Mandat Perpres 98 Tahun 2021 dan Permen LHK 21 Tahun 2022: Menuju Pengembangan Nilai Ekonomi Karbon

Mandat Perpres 98 Tahun 2021 dan Permen LHK 21 Tahun 2022: Menuju Pengembangan Nilai Ekonomi Karbon

Dalam upaya mengimplementasikan mandat yang tercantum dalam Perpres 98 Tahun 2021, terutama terkait dengan Permen LHK 21 tahun 2022 yang mengatur tata laksana nilai ekonomi karbon, langkah-langkah penting telah diambil. Proses operasionalisasi berdasarkan Permen 21 ini menjadi fokus utama untuk memastikan keberhasilan implementasi mandat tersebut. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa aspek yang perlu diselesaikan guna memenuhi mandat yang telah ditetapkan.

 

Tujuan Mandat Perpres 98 Tahun 2021 dan Permen LHK 21 Tahun 2022 adalah:

  1. Maksud, tujuan, dan ruang lingkup: Menetapkan maksud, tujuan, dan ruang lingkup terkait dengan penyelenggaraan nilai ekonomi karbon.
  2. Upaya pencapaian target kontribusi NDC: Mengatur upaya untuk mencapai target kontribusi yang ditetapkan secara nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC) dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca.
  3. Tata laksana penyelenggaraan nilai ekonomi karbon: Menetapkan tata laksana dalam penyelenggaraan nilai ekonomi karbon, termasuk pengelolaan nilai ekonomi karbon dan pengendalian emisi gas rumah kaca.
  4. Kerangka transparansi: Mengatur kerangka transparansi dalam pengelolaan nilai ekonomi karbon, termasuk pengelolaan data, pengendalian risiko, dan pengawasan.
  5. Pemantauan dan evaluasi: Menetapkan proses pemantauan dan evaluasi dalam pengelolaan nilai ekonomi karbon untuk memastikan efektivitas implementasi.
  6. Pembinaan dan pendanaan: Mengatur pembinaan dan pendanaan dalam pengelolaan nilai ekonomi karbon, termasuk pengembangan infrastruktur dan pengelolaan dana yang diperlukan.
  7. Komite pengarah pada pengelolaan Nilai Ekonomi Karbon (NEK): Menetapkan komite pengarah untuk mengelola nilai ekonomi karbon guna mencapai NDC dan mengendalikan emisi gas rumah kaca.

 

Langkah-langkah Implementasi

Saat ini, perkembangan terkait dengan Permen 21 sudah mencapai tahap tertentu, menandakan dimulainya proses implementasi mandat dari Perpres 98 Tahun 2021 dan Permen 21. Selain itu, penerbitan Permen ESDM No.16 yang mengatur tata cara penyelenggaraan nilai ekonomi karbon juga telah dilakukan. Begitu pula dengan Permenko Marves yang menetapkan struktur dan tata kerja komite pengarah penyelenggaraan nilai ekonomi karbon, memberikan landasan penting bagi pelaksanaan kebijakan terkait.

 

Tindak Lanjut Penting

Penting untuk memberikan perhatian khusus pada hal-hal yang perlu ditindaklanjuti. Proses penerbitan beberapa peraturan seperti Permen LHK Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan sedang berlangsung, diharapkan dapat segera diselesaikan. Begitu pula dengan Permen LHK yang berkaitan dengan penyelenggaraan kontribusi nasional atau NDC, yang sudah mencapai tahap akhir penyelesaiannya. Keberhasilan dalam menyelesaikan aspek sektor kehutanan dan NDC akan membawa dampak positif dalam menjalankan operasionalisasi mandat dari Perpres 98 Tahun 2021.

Selain itu, kementerian dan lembaga terkait tengah mempersiapkan langkah-langkah selanjutnya. Misalnya, penyusunan peraturan Menteri Keuangan terkait perpajakan karbon serta penetapan aturan pungutan karbon sedang dalam proses pengembangan.

Infrastruktur untuk Carbon Pricing Stock Exchange

Saat ini telah disiapkan Infrastruktur untuk Carbon Pricing Stock Exchange merupakan langkah strategis dalam mendukung implementasi nilai ekonomi karbon. Hal ini merujuk pada pengembangan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung perdagangan karbon, seperti pengembangan pasar karbon, sistem pengelolaan karbon, dan infrastruktur teknologi yang diperlukan. Ini termasuk pengembangan sistem pengelolaan data, sistem pengelolaan transaksi, dan sistem pengelolaan pengurusan keuangan yang diperlukan untuk mendukung perdagangan karbon. Infrastruktur ini akan membantu memaksimalkan efisiensi dan efektivitas dalam perdagangan karbon, serta memastikan keberlangsungan yang baik dan transparan dalam pengelolaan nilai ekonomi karbon

Dengan adanya upaya tersebut, diharapkan implementasi mandat dari Perpres 98 Tahun 2021 dapat berjalan lancar dan efektif sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Operasionalisasi mandat dari Perpres 98 Tahun 2021 dan Permen LHK 21 Tahun 2022 merupakan langkah penting dalam pengembangan nilai ekonomi karbon. Dengan progres yang telah dicapai dan upaya lanjutan yang sedang dilakukan, diharapkan Indonesia dapat memperkuat posisinya dalam mengelola emisi karbon secara efisien dan berkelanjutan. Semua pihak terlibat diharapkan dapat bekerja sama secara sinergis untuk mencapai tujuan bersama dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup bagi generasi mendatang. Kunjungi Lensa Lingkungan untuk artikel lainnya. Jika perusahaan anda membutuhkan bantuan untuk menghitung carbon footprint produk, silakan klik disini.

Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim: Target NDC dalam Perpres 98 Tahun 2021

Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim: Target NDC dalam Perpres 98 Tahun 2021

Seperti yang kita ketahui, Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 yang mengatur tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) dan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Indonesia mencakup beberapa aspek yang penting dalam penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan target utama pencapaian target NDC. Bagaimana caranya mencapai target NDC? Salah satu strategi implementasi NDC adalah melalui aksi mitigasi perubahan iklim dan adaptasi perubahan iklim. Proses penyelenggaraannya melibatkan berbagai pihak, mulai dari kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha, hingga masyarakat. Dalam Perpres 98, diatur 5 sektor NDC, namun terdapat penambahan sektor lain di bagian F untuk mengakomodasi perkembangan lingkungan dan teknologi. Hal ini merupakan langkah penting untuk Second NDC yang direncanakan akan diserahkan pada tahun 2025.

 

Aspek yang Diatur Dalam Perpres 98 Tahun 2021

  1. Upaya Pencapaian Target NDC: Perpres 98 Tahun 2021 mencakup upaya pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional atau NDC.
  2. Tata Laksana Penyelenggaraan NEK: Perpres 98 Tahun 2021 menetapkan tata laksana penyelenggaraan NEK, yang meliputi kerangka transparansi, pemantauan dan evaluasi, pembinaan dan pendanaan, dan komite pengarah pada pengelolaan NEK.
  3. Mitigasi Perubahan Iklim dan Adaptasi Perubahan Iklim: Perpres 98 Tahun 2021 mengatur tentang pelaksanaan mitigasi perubahan iklim dan adaptasi perubahan iklim, yang merupakan langkah yang diambil untuk mencapai target NDC.
  4. Penyelenggaraan NEK: Perpres 98 Tahun 2021 mengatur tentang penyelenggaraan NEK, yang meliputi perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain.
  5. Pemantauan dan Evaluasi: Perpres 98 Tahun 2021 mengatur tentang pemantauan dan evaluasi, yang diperlukan untuk memastikan bahwa upaya pencapaian target NDC berjalan dengan efektif.

 

Mekanisme Pencapaian Target NDC

Pencapaian target NDC dilakukan melalui dua mekanisme utama, yaitu mitigasi perubahan iklim dan adaptasi perubahan iklim. Berdasarkan baseline emisi GRK 2030 sebesar 2,869 juta ton CO2e, sektor NDC mengimplementasikan berbagai strategi, termasuk perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, pungutan atas karbon, dan mekanisme lainnya. Di Indonesia, mekanisme ini dikenal sebagai mekanisme penyelenggaraan NEK. Implementasi mekanisme ini memerlukan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang tepat, serta pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan.

 

Tahapan Implementasi Target NDC

Tahapan implementasi yang terstruktur sangat diperlukan untuk mencapai target NDC. Mulai dari penyusunan peta jalan, pemahaman terhadap baseline, perincian baseline, rincian target, hingga skenario mitigasi dan adaptasi, semuanya harus terdokumentasi dengan jelas. Selain itu, kebutuhan dana dan teknologi juga menjadi faktor kunci dalam menjalankan strategi pencapaian target NDC. Dengan merujuk pada acuan referensi utama yang telah disiapkan, implementasi target NDC dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

 

Implementasi target NDC dalam Perpres 98 Tahun 2021 merupakan langkah strategis yang melibatkan berbagai pihak dan mekanisme untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan adanya kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, diharapkan pencapaian target NDC dapat berjalan sesuai rencana dan memberikan dampak positif dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Untuk informasi lebih lanjut seputar lingkungan dan keberlanjutan, Anda dapat mengunjungi Lensa Lingkungan.

Mekanisme dan Prosedur Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) di Indonesia

Mekanisme dan Prosedur Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) di Indonesia

Nilai ekonomi karbon (NEK) menjadi salah satu fokus utama dalam upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Dalam artikel ini, kami akan membahas skema mekanisme dan prosedur penyelenggaraan NEK serta bagaimana implementasinya dilakukan oleh berbagai pihak terkait.

 

 Mekanisme Penyelenggaraan NEK

Terdapat empat mekanisme utama dalam penyelenggaraan NEK, yakni perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, pungutan atas karbon, dan mekanisme lainnya yang mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  1. Perdagangan Karbon

Perdagangan karbon merupakan salah satu mekanisme yang paling dikenal dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Terdapat dua kelompok dalam perdagangan karbon, yaitu perdagangan emisi dan offset emisi. Perdagangan emisi dapat dilakukan secara domestik maupun internasional. Di tingkat domestik, infrastruktur pasar karbon telah disiapkan, sementara di tingkat internasional, perdagangan karbon dilakukan melalui kerjasama bilateral.

Dalam perdagangan karbon, carbon footprint merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur dan mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Menghitung carbon footprint produk melibatkan pengukuran emisi dari beberapa sumber, yang dikenal sebagai carbon footprint scopes. Scopes 1, 2, dan 3 merupakan sumber emisi yang dikelompokkan berdasarkan tingkat kontrol yang dikendalikan oleh perusahaan.

Peraturan yang mengatur perdagangan karbon telah diatur dalam Permen Nilai Ekonomi Karbon. Hal-hal yang menjadi perhatian utama dalam perdagangan emisi adalah regulasi mengenai cap and allowance yang diatur melalui PT BAE dan PT BAE-PU untuk masing-masing sektor terkait.

  1. Pembayaran Berbasis Kinerja

Selain perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja juga menjadi mekanisme penting dalam penyelenggaraan NEK. Mekanisme ini bertujuan untuk memberikan insentif kepada pelaku usaha atau individu yang berhasil mengurangi emisi GRK atau melakukan upaya mitigasi perubahan iklim.

  1. Pungutan Atas Karbon

Pungutan atas karbon merupakan mekanisme yang diatur oleh Kementerian Keuangan. Mekanisme ini bertujuan untuk menetapkan tarif atau pajak atas emisi karbon yang dihasilkan oleh suatu kegiatan ekonomi. Pendapatan dari pungutan ini dapat digunakan untuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

  1. Mekanisme Lainnya

Selain tiga mekanisme utama tersebut, terdapat pula mekanisme lainnya yang mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mekanisme ini dapat berupa inovasi dalam teknologi pengurangan emisi GRK atau pengembangan metode baru dalam mengukur dan memonitor emisi karbon.

 

 Prosedur Penyelenggaraan NEK

Prosedur penyelenggaraan NEK melibatkan berbagai pihak, termasuk kementerian dan lembaga terkait, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat. Secara umum, prosedur ini mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Beberapa prosedur khusus yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan NEK antara lain:

  • Penetapan baseline dan target pengurangan emisi GRK
  • Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK (SPE GRK) yang menjadi unit dalam sistem karbon dan perdagangan karbon
  • Tata kelola pasar karbon dan infrastruktur yang mendukung perdagangan karbon

 

 Implementasi oleh Pihak Terkait

Penyelenggaraan NEK dilakukan oleh berbagai pihak terkait sesuai dengan perannya masing-masing. Kementerian dan lembaga terkait bertanggung jawab dalam menyusun peraturan dan kebijakan terkait NEK, sementara pemerintah daerah bertanggung jawab dalam implementasi program-program mitigasi perubahan iklim di tingkat lokal.

Pelaku usaha memiliki peran penting dalam mengurangi emisi GRK dan berpartisipasi dalam perdagangan karbon. Masyarakat juga diharapkan untuk terlibat aktif dalam upaya mitigasi perubahan iklim, baik melalui kegiatan sehari-hari maupun mendukung kebijakan dan program yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Penyelenggaraan nilai ekonomi karbon melalui berbagai mekanisme dan prosedur merupakan langkah yang penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan menghadapi tantangan perubahan iklim. Dengan melibatkan berbagai pihak terkait dan memastikan implementasi yang efektif, diharapkan Indonesia dapat mencapai target mitigasi perubahan iklim sesuai dengan komitmen internasionalnya. Dengan adanya regulasi yang jelas dan infrastruktur yang mendukung, Indonesia dapat menjadi contoh dalam upaya mitigasi perubahan iklim di tingkat global.

 

 

Strategi Pengukuran dan Penetapan Titik Sampling Udara Ambien dalam Konteks Proyek Jalan Tol

Strategi Pengukuran dan Penetapan Titik Sampling Udara Ambien dalam Konteks Proyek Jalan Tol

Upaya untuk menilai dan mengukur opasitas emisi pada asap yang berasal dari cerobong industri menjadi semakin penting dalam konteks pelestarian kualitas udara. Dalam hal ini, kita dapat menjawab pertanyaan apakah kita memiliki metode yang efektif untuk menentukan opasitas tersebut. Selain itu, titik sampling udara ambien juga menjadi perhatian khusus, terutama dalam konteks proyek jalan tol. Mari kita bahas lebih lanjut strategi pengukuran opasitas emisi dan penentuan titik sampling yang tepat.

 

Opasitas Emisi: Alat Ukur dan Relevansinya

Opasitas pada asap industri dapat diukur dengan menggunakan alat ukur khusus yang dirancang untuk tujuan tersebut. Alat ini memberikan nilai opasitas yang dapat diinterpretasikan, memungkinkan kita untuk memahami sejauh mana cahaya dapat melewati asap tersebut. Dengan adanya alat ukur yang sesuai, kita dapat secara kuantitatif menentukan tingkat opasitas emisi, memberikan kejelasan pada dampak asap industri terhadap kualitas udara.

 

Titik Sampling Udara Ambien pada Proyek Jalan Tol

Dalam konteks proyek jalan tol, penentuan titik sampling udara ambien menjadi kunci untuk mendapatkan data yang representatif. Jalan tol sering disebut sebagai emisi garis, dengan kendaraan yang memiliki pola yang seragam dari awal hingga akhir tol. Meskipun demikian, adanya exit toll dan entry toll dapat menciptakan kondisi yang tidak seragam. Oleh karena itu, diperlukan pembagian segmen berdasarkan karakteristik berbeda dengan bantuan tenaga ahli atau konsultan lingkungan.

Pembagian segmen, misalnya menjadi segmen A, B, C, dan D, membantu memahami perbedaan kondisi di berbagai bagian jalan tol. Penggunaan sampling road side (pinggir jalan) menjadi pilihan yang tepat ketika kondisi dianggap seragam, dan pemilihan titik sampling dapat dilakukan dengan lebih fleksibel. Dalam situasi yang kompleks, seperti di area percabangan, pengambilan sampel di berbagai tempat menjadi kunci untuk membentuk kontur polutan yang akurat.

 

Strategi Penetapan Titik Sampling yang Efektif

Penetapan titik sampling yang efektif memerlukan perencanaan yang matang. Pertama, desain kontur perlu dibuat untuk merancang pola distribusi polutan di sepanjang jalan tol. Hipotesis kemudian dibentuk berdasarkan desain kontur tersebut, membantu menentukan area yang perlu mendapatkan perhatian lebih dalam pengambilan sampel.

Contohnya, jika hipotesis menyatakan bahwa area tengah cabang memiliki tingkat polutan yang lebih tinggi secara teoritis, maka titik sampling lebih banyak ditempatkan di tengah area tersebut. Dengan melakukan pengambilan sampel di berbagai tempat, hasil pemantauan dapat memverifikasi hipotesis yang telah dibuat, membentuk kontur polutan yang akurat sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan.

 

Dalam konteks penilaian opasitas emisi pada asap industri dan penentuan titik sampling udara ambien, kita memiliki metode yang dapat diandalkan dengan menggunakan alat ukur khusus. Dalam proyek jalan tol, pemilihan titik sampling yang tepat melalui pembagian segmen dan perencanaan desain kontur menjadi kunci untuk mendapatkan data yang representatif. Dengan strategi pengukuran dan penetapan titik sampling yang efektif, kita dapat lebih memahami dampak asap industri terhadap kualitas udara ambien.

Melihat lingkungan dari sebuah lensa, menyadarkan diri pentingnya menjaga lingkungan untuk anak cucu kita

Hubungi Kami

Kantor Operasional:

Jakarta:

Office 8 – Senopati
Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Surabaya:

Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

Jam Kerja: 08.00 – 16.00 WIB (Senin sd Jumat)

Email : lensa@lensalingkungan.com

Temukan Kami

Chat Kami
Butuh info lebih? Kontak kami
Halo 👋
kami adalah konsultan lingkungan, apakah ada yang bisa dibantu?