Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 5 (2021) yang merupakan turunan dari PP No 22 (2021) pasal 219 e menjelaskan mengenai tata cara penerbitan persetujuan lingkungan yang harus dilakukan oleh pelaku usaha dan atau kegiatan. Persetujuan lingkungan diantaranya berisi mengenai persetujuan teknis. Persetujuan teknis digunakan untuk mendapatkan Surat Kelayakan Operasional (SLO) Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan agar suatu usaha/kegiatan dapat memeroleh izin berusaha. Pembahasan ini akan dikerucutkan pada bidang emisi dan ambien. Emisi merupakan pencemaran udara/polutan yang dilepas ke ambien. Emisi yang dikeluarkan menuju atmosfer menyebabkan pencemaran udara. Kondisi meterologi menjadi faktor penentu proses pencemaran udara karena merupakan media perantara dan penyebaran. Unsur-unsur meteorologi yang berhubungan dengan proses pencemaran udara meliputi arah dan kecepatan angin, suhu udara, radiasi matahari, kelembaban udara, tekanan udara dan curah hujan.
Persetujuan teknis dilakukan sebagai upaya pemantauan lingkungan terhadap kegiatan/usaha yang direncanakan, di mana belum dibangun atau beroperasinya alat pengendalian pencemar udaran (PPU), dokumen tersebut hanya berisi tentang spesifikasi, desai teknis dan prakiraan kemampuan alat tersebut. Pemrakarsa akan menyampaikan rencana-rencana proses pengendalian pencemaran akibat proses produksi maupun akibat alat yang digunakan sehingga akan dianggap sudah bisa menggambarkan bagaimana kondisi perusahaan itu akan berdiri. Sedangkan bagi kegiatan yang bersifat sementara, akan dikecualikan dari kewajiban penyusunan pertek.
Penyusunan dokumen ini berdasarkan dimana persetujuan lingkungannya akan diterbitkan. Semua pelaku usaha baik yang telah memiliki izin lingkungan maupun tidak, pada bidang emisi yang sebelum peraturan berlaku tidak menjadi concern utama, maka perlu menyampaikan permohonan/pengajuan pertek emisi. Pada kasus ini apabila suatu usaha telah AMDAL (AMDAL sebelum AMDAL sekarang berlaku), akan tetapi AMDAL tersebut tidak mencantumkan baku mutu yang diacu, maupun pengelolaan terhadap emisinya, maka PT tersebut tetap wajib menyusun pertek. Tetapi jika perusahaan menyebutkan ‘mengikuti peraturan yang berlaku’, itu sudah termasuk mempunyai standar teknis artinya peraturannya berubah nanti akan mengikuti perubahan.
Pada kawasan industri, tetap wajib AMDAL kawasan. RKL/RPL rinci yang telah dimiliki merupakan standar kawasan tersebut, bukan standar dari masing-masing tenan, maka tetap wajib menyusun pertek dan dokumen lingkungan lain (UKL/UPL) tiap tenan. Maka pada peraturan ini, tiap tenan akan memiliki dua dokumen yaitu UKL/UPL sendiri (dibuat oleh dinas lingkungan hidup Kota Medan untuk emisi yg dikeluarkannya) dan memiliki RKL/RPL kawasan (untuk IPAL kawasannya) berdasarkan pada acuan pada pasal 53. Jika suatu perusahaan dalam dokumen lingkungan mereka belum memuat pertek tentang mutu udara maka ya dia perlu melakukan perubahan terhadap persetujuan lingkungannya. Ini nantinya akan menjadi temuan kawasan. Proses pengajuan pertek terbagi menjadi dua cara, yaitu:
- dokumen pertek wajb diajukan sebelum permohonan persetujuan lingkungan
langkah tersebut berlaku bagi pelaku usaha yang memiliki kewajiban menyusun UKL/UPL, dengan alasan akan dilakukannya pengecekkan di UKL/UPL yang memiliki waktu pembahasan singkat (3-5 hari). Sedangkan penyusunan pertek lebih memakan waktu. Jadi, jika pertek tersebut belum dibuat atau belum selesai, akan terjadi tabrakkan waktu saat akan mengajukan permohonan persetujuan lingkungan dan perizinan berusaha
- pengajuan pertek dapat dilakukan bersamaan dengan permohonan persetujuan lingkungan maupun sebelum permohonan persetujuan lingkungan
hal ini berlaku bagi pelaku usaha wajib AMDAL sebelum mengajukan permohonan persetujuan lingkungan dan perizinan berusaha.
Persetujuan teknis ini merupakan hal yang baru bagi pelaku usaha, adapun pedoman dalam penyusunannya tercantum dalam PermenLHK No 5 (2021) pada lampiran berikut (khusus di bidang emisi):
- lampiran X tata cara penapisan untuk kegiatan pembuangan emisi
- lampiran XI muatan kajian teknis pembuangan emisi
- lampiran XII muatan standar teknis pemenuhuan baku mutu emisi
- lampiran XIII tata cara penyusunan sistem manajemen lingkungan kegiatan pembuangan emisi
- Lampiran XIV format berita acara hasil pemeriksaan dokumen permohonan persetujuan teknis.
- Lampiran XV format berita acara penilaian substansi (jika sudah lengkap dan betul) maka:
- lampiran XVI dibuat format persetujuan pembuangan emisi
- Lampiran XVII ini berisi format berita acara verifikasi pemenuhan persetujuan teknis
- lampiran XVIII Surat Kelayakan Operasional (SLO)
Adapun pembahasan mengenai tata cara dan alur untuk penyusunan dokumen tersebut akan dibahas pada artikel “Bagaimana Cara Mendapatkan Surat Kelayakan Operasi?”.
Artikel ditulis oleh Isrinannisa Yane Aulia yang memiliki pengalaman di bidang pertek emisi dan kajian dispersi emisi