Pernahkah Anda merasa lelah meski baru bangun tidur? Atau sulit berkonsentrasi saat bekerja di rumah? Bisa jadi, salah satu penyebabnya adalah kebisingan di sekitar kita. Di tengah hiruk-pikuk pembangunan dan pertumbuhan kota, kebisingan telah menjadi “teman sehari-hari” yang tak terhindarkan bagi masyarakat Indonesia. Dari deru mesin kendaraan, aktivitas industri, hingga gemuruh proyek konstruksi, polusi suara tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga mengancam kesehatan fisik dan mental. Sayangnya, banyak yang belum menyadari bahwa kebisingan bukan sekadar gangguan kecil—ia adalah silent killer yang diam-diam merusak kualitas hidup.
Regulasi vs Realita Tingkat Kebisingan: Kepmen LH No. KEP-48/1996
Ditetapkan pada 1996, regulasi ini menjadi landasan hukum untuk mengontrol tingkat kebisingan di berbagai zona seperti permukiman, komersial, industri, dan fasilitas umum. Pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan, yang dimaksud kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Parameter kuantitatif kebisingan diukur dalam satuan Desibel (dB), yang merepresentasikan energi bunyi. Lebih lanjut, baku tingkat kebisingan didefinisikan sebagai ambang batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan untuk dilepaskan ke lingkungan dari suatu usaha atau kegiatan, dengan tujuan meminimalisir dampak negatif terhadap kesehatan dan kenyamanan masyarakat.
BAKU TINGKAT KEBISINGAN DI INDONESIA | |||
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-48/MENLH/11/1996 | |||
Peruntukan Kawasan/ Lingkungan Kegiatan | Tingkat kebisingan DB (A) | ||
a. | Peruntukan kawasan | ||
1. | Perumahan dan pemukiman | 55 | |
2. | Perdagangan dan Jasa | 70 | |
3. | Perkantoran dan Perdagangan | 65 | |
4. | Ruang Terbuka Hijau | 50 | |
5. | Industri | 70 | |
6. | Pemerintahan dan Fasilitas Umum | 60 | |
7. | Rekreasi | 70 | |
8. | Khusus: | ||
Bandar udara *) | |||
Stasiun Kereta Api *) | |||
Pelabuhan Laut | 70 | ||
Cagar Budaya | 60 | ||
b. | Lingkungan Kegiatan | ||
Rumah Sakit atau sejenisnya | 55 | ||
Sekolah atau sejenisnya | 55 | ||
tempat ibadah atau sejenisnya | 55 | ||
Keterangan : *) disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan |
Pada peraturan tersebut, batas maksimal kebisingan ditetapkan antara 55-70 desibel (dB) (tergantung zona). Sayangnya, dalam praktiknya, ambang ini kerap dilampaui, sedangkan paparan terhadap tingkat kebisingan di atas 85 dB dalam jangka waktu yang lama dapat berisiko menyebabkan gangguan pendengaran.
Sumber Kebisingan
Sumber kebisingan berasal dari berbagai aktivitas dan peralatan yang menghasilkan getaran mekanis yang merambat melalui media (seperti udara, air, atau padatan) dan diterima oleh telinga sebagai suara. Ketika intensitas dan frekuensi suara tersebut tidak dikehendaki atau melampaui batas tertentu, maka suara tersebut dianggap sebagai kebisingan.
Secara garis besar, sumber kebisingan dapat dikategorikan sebagai berikut:
- Transportasi: Pergerakan kendaraan bermotor (mobil, motor, truk, bus), kereta api, dan pesawat terbang menghasilkan kebisingan dari mesin, gesekan, dan aerodinamika.
- Industri: Operasional berbagai jenis mesin dan peralatan di pabrik, kegiatan konstruksi, dan proses produksi lainnya merupakan sumber signifikan kebisingan.
- Hiburan dan Rekreasi: Sistem pengeras suara pada konser, acara olahraga, klub malam, dan kegiatan keramaian lainnya dapat menghasilkan tingkat kebisingan yang tinggi.
- Aktivitas Rumah Tangga dan Lingkungan Permukiman: Penggunaan peralatan rumah tangga (blender, mesin cuci), peralatan kebun (mesin pemotong rumput), dan bahkan aktivitas sosial dengan volume suara tinggi dapat menjadi sumber kebisingan di lingkungan sekitar.
Fokus pada Sektor Industri dengan Tingkat Kebisingan Tinggi
Beberapa sektor industri memiliki karakteristik operasional yang cenderung menghasilkan tingkat kebisingan signifikan, sehingga memerlukan kajian kebisingan untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengelola dampaknya. Dalam industri manufaktur berat, misalnya, penggunaan mesin-mesin besar dan berdaya tinggi dalam proses produksi seperti pengolahan logam (melalui pengepresan, pemotongan, pembubutan, pengelasan, dan perlakuan panas), produksi semen dan beton (melalui penggilingan material, pengoperasian tanur, dan pergerakan material curah), manufaktur otomotif (melalui penggunaan alat pneumatik, pengepresan logam, dan pengujian mesin), serta industri tekstil skala besar (melalui pengoperasian mesin tenun, pemintalan, dan penyelesaian tekstil berkecepatan tinggi) dapat menghasilkan kebisingan mekanis dan getaran yang tinggi.
Selanjutnya, dalam industri pertambangan dan penggalian, kegiatan ekstraksi sumber daya alam yang melibatkan alat-alat berat dan proses intensif seperti operasi pengeboran dan peledakan (yang menghasilkan kebisingan impulsif dengan potensi dampak luas), serta pengoperasian alat berat seperti excavator, truk tambang, dan crusher (yang menghasilkan kebisingan mekanis signifikan) juga memerlukan perhatian khusus.
Sektor konstruksi skala besar, meskipun bersifat sementara, seringkali melibatkan peralatan dan aktivitas yang menghasilkan kebisingan tinggi dalam jangka waktu yang cukup lama, termasuk penggunaan alat berat seperti crane, buldoser, dan backhoe (yang menghasilkan kebisingan mesin dan hidrolik), pekerjaan fondasi (terutama pemancangan tiang yang menghasilkan kebisingan impulsif sangat tinggi), serta pengeboran dan pemecahan batu (yang menghasilkan kebisingan mekanis dan getaran signifikan).
Pada sektor pembangkit tenaga listrik tertentu, seperti pembangkit listrik tenaga gas dan uap (melalui operasi turbin dan kompresor berkecepatan tinggi) serta pembangkit listrik tenaga diesel skala besar (melalui pengoperasian mesin diesel berdaya besar), potensi kebisingan yang tinggi juga menjadi perhatian.
Terakhir, dalam industri pengolahan kayu dan kertas skala besar, proses yang melibatkan mesin-mesin dengan tingkat kebisingan tinggi seperti penggergajian kayu (dengan mesin gergaji besar dan cepat), penghancuran kayu (chipping), serta pengoperasian berbagai mesin dalam produksi pulp dan kertas juga memerlukan kajian kebisingan untuk pengelolaan yang tepat.
Seperti yang disebutkan industri-industri tersebut berpotensi besar menghasilkan kebisingan. Oleh karena itu, industri membutuhkan kajian kebisingan. Apakah perusahaan Anda termasuk dalam industri-industri tersebut? Lensa Lingkungan dapat membantu Anda yang memerlukan kajian kebisingan. Pada dasarnya, kajian kebisingan dilaksanakan dengan tiga tujuan utama, pertama, untuk mengenali dan mengidentifikasi sumber-sumber yang menghasilkan kebisingan dalam lingkungan operasional. Kedua, untuk mengukur secara akurat tingkat kebisingan yang ada, sehingga dapat diketahui besaran paparan suara yang terjadi. Ketiga, untuk menilai dampak dari tingkat kebisingan tersebut terhadap kondisi lingkungan sekitar serta kesehatan manusia yang terpapar, baik pekerja maupun masyarakat di sekitar area industri.